OPINI: Wake Up Call! Program Studi Desain Komunikasi Visual Ada di Kalsel?

Seorang pria menggunakan skillnya di bidang desain komunikasi visual| Foto: ilustrasi
Oleh: ZAYID MUSIAFA, S.KOM., M.KOM
Dosen, Praktisi IT, Penulis

SUATU konsep ekonomi baru yang mengandalkan ide, kreativitas, budaya, dan teknologi yang dikembangkan sebagai industri kreatif diyakini untuk ke depannya mampu menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian nasional. Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi saat ini, industri kreatif mampu menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data Dinas dan Asosiasi Pariwisata dan ekonomi kreatif dalam rangka Pengumpulan TK Terdampak Covid-19, diolah oleh Pusdatin - Kemenparekraf, 2020. Sebaran pelaku ekonomi kreatif Kalimantan Selatan; 3 besar Subsektor ekraf; [1] kuliner 30,31% [2] musik 17,53% [3] seni pertunjukan 9,96% - Subsektor lainnya: 42,20%. Dapat ditemukan 3 Besar Kota/Kabupaten Sebaran pelaku ekonomi kreatif Kalimantan Selatan; [1] Kota Banjarmasin 50,59% [2] Kota Banjar Baru 19,12% [3] Kab. Banjar 10,29%, - Kota/Kab. lainnya: 20,00%. Berdasarkan jenis kelamin Sebaran pelaku ekonomi kreatif Kalimantan Selatan; Laki-laki 60,55%. Perempuan 39,45%.

Zayid Musiafa
Ragam kegiatan dengan memanfaatkan teknologi, dimana kegiatan ini mencoba membangun kebiasaan baru, dengan mengembangkan cara pandang baru dengan tujuan mengedukasi khalayak untuk tetap dapat terus belajar, kreatif dan terus berkarya meski tidak bertemu di ruang nyata dan bahwa proses kreatif memiliki peran penting sebagai tindakan yang menyebabkan hadirnya karya seni dan desain. Sementara proses kreatif tidak lepas dari sesuatu yang telah ada sebelumnya. Kearifan lokal merupakan salah satu identitas bangsa yang patut tetap dipertahankan keberadaannya. Kearifan lokal tersebut lahir dari kelompok etnik yang menyebar di penjuru tanah air. Hal inilah yang menjadikan salah satu sumber kekayaan seni dan budaya bangsa ini yang tidak pernah habis untuk dibicarakan.

Kebudayaan suatu bangsa membentuk identitasnya yang tidak bisa hilang begitu saja karena budaya akan mempengaruhi banyak aspek. Budaya memiliki nilai tatanan hidup manusia sebagai manusia yang lengkap dengan kepemilikan pemikiran dan rasa.  Pada masa sekarang, banyak tradisi yang tidak mampu bertahan menghadapi godaan modernitas yang lebih menggiurkan di mata generasi muda. Koentjaraningrat sebagaimana dikutip Budiono K, menegaskan bahwa, “menurut antropologi, kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar”. Pengertian tersebut berarti pewarisan budaya-budaya leluhur melalui proses pendidikan.

Mengacu pada perkembangan teknologi dan budaya dalam penggarapan ide serta konsep desain yang dihasilkan seperti; dunia advertising, komik, visual animasi, fotografi, website, game, home industry, handmade product, dan banyak lagi perkembangan lanjutan terpadu dari seni, budaya dan desain grafis. Pasar desain dan industri kreatif saat ini mengalami perkembangan sangat pesat, sehingga kebutuhan akan SDM Profesional dibidang desain dan industri kreatif tersebut memiliki peluang yang sangat besar, untuk dapat mengimplementasikan atau mewujudkan apa yang menjadi ide-ide emas. Salah satu wujud paling mendasar dari penerapan ide-ide tersebut dengan adanya payung formal atmosfir akademik program studi DKV tumbuh dan berkembang dalam pengaruh internal yang melahirkan seniman-seniman besar dan eksternal.

“Pernyataan Gubernur Kalsel dalam visi RPJMD Kalsel 2021-2026 yakni Kalimantan Selatan Maju (Makmur, Sejahtera dan Berkelanjutan) sebagai gerbang IKN,” Hal ini menindaklanjuti pernyataan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menegaskan posisi Kal-Sel yang bersiap jadi pintu gerbang IKN, sebagai provinsi tertua di Kalimantan, di mana IKN sudah ditetapkan di Pulau Kalimantan, tentu semuanya harus dipersiapkan, sebab Kal-Sel layak dan pantas menjadi denyut nadi pembangunan nasional meneguhkan kompetensi, komitmen dan kebersamaan untuk bersatu memberikan karya dan prestasi terbaik bagi banua Kalsel sehingga aroma industri kreatif, baik dalam perilaku, bersikap, berkarya, dan kesenimanan lebih menonjol.
 
Perkembangan ilmu dan teknologi yang dinamis mendorong untuk menyesuaikan kurikulum. Pada tahun ajaran 2020/2021, kurikulum di sebagian PT berevolusi menjadi Outcome Based Education Leadership Enhancement Program (OBE-LEAP). Kurikulum baru ini sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Dengan kurikulum yang dirancang memenuhi kebutuhan stakeholder dan mengacu pada rumusan bersama Asosiasi Program Studi Desain Komunikasi Visual seluruh Indonesia (APROSFISI) agar dapat menghasilkan lulusan memiliki kompetensi dan keahlian setingkat dengan seluruh prodi Desain Komunikasi Visual di perguruan tinggi berupaya mendidik dan menghasilkan (luaran) mahasiswa berjiwa entertain. Menjawab kebutuhan itulah melalui pendidikan berlandaskan kemandirian dan pengembangan bakat untuk berkarya atas kreatifitas dan unsur seni dengan tetap berlandaskan pada kearifan lokal budaya melalui lokal konten. 

Desain pada dasarnya memiliki lingkup yang luas. Pada awalnya desain merupakan sebuah metode berpikir yang dibagi menjadi dua proses utama, yaitu (1) proses studi, meliputi perumusan masalah, eksplorasi dan analisis, serta kesimpulan; dan (2) proses pengambilan keputusan sebagai tahap akhir dari proses perancangan yang merupakan perpaduan antara unsur-unsur objektif dengan unsur-unsur subjektif seperti estetika, kecenderungan pasar, hingga faktor pengguna. Metode berpikir desain tersebut terus berkembang sesuai dengan waktu dan diaplikasikan pada banyak bidang ilmu dan keprofesian sehingga mengubah paradigma desain itu sendiri, yang kemudian diaplikasikan pada bidang-bidang ilmu seperti seni rupa, ilmu komputer, arsitektur, teknik, dan desain itu sendiri. 

Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), desain didefinisikan sebagai: proses pemecahan masalah objektif manusia dan lingkungan yang didasari kolaborasi ilmu dan kreativitas dengan menambahkan nilai-nilai termasuk nilai identitas budaya dan nilai tambah (added value) baik secara ekonomis, fungsional, sosial, dan estetika sehingga dapat memberikan solusi subjektif. Desain komunikasi visual didefinisikan sebagai proses desain yang tujuan utamanya adalah menyampaikan gagasan atau ide yang menggunakan bantuan visual. Desainer komunikasi visual saat ini dihadapkan pada tantangan untuk dapat memahami dampak budaya, etika, sosial, ekonomi, dan lingkungan dari apa yang dikerjakan serta bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan baik secara komersial maupun nonkomersial. Oleh karena itu, desainer komunikasi visual harus mampu menciptakan lingkungan visual, pemahaman mengenai material, ruang, dan konsep digital, dengan menggunakan pendekatan multidisiplin.

Desain produk didefinisikan sebagai layanan profesional yang menciptakan dan mengembangkan konsep dan spesifikasi yang mengoptimalkan fungsi, nilai, dan penampilan suatu produk dan sistem untuk keuntungan pengguna maupun pabrik (Industrial Design Society of America- IDSA). Desain produk merupakan bidang seni terapan yang menggabungkan banyak bidang ilmu, seperti ilmu perilaku manusia, ilmu perangkat perantara manusia dan mesin, lingkungan, dan produk tersebut sendiri, dalam proses pembuatan produknya. Desainer produk memiliki tantangan untuk dapat menciptakan produk yang merupakan solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan masyarakat melalui suatu produk, baik dari bagian: fungsional, penggunaan, ergonomi, target pasar, psikologi, persepsi visual, penjualan, dan sebagainya.

Desain interior didefiniskan sebagai kegiatan yang memecahkan masalah fungsi dan kualitas interior; menyediakan layanan terkait ruang interior untuk meningkatkan kualitas hidup; dan memenuhi aspek kesehatan, keamanan, dan kenyamanan publik.

Fotografi merupakan bagian dari subsektor film, video, dan fotografi yang kemudian didetailkan menjadi subsektor yang memiliki ekosistem yang relatif berbeda dengan film dan video tetapi memiliki keterkaitan yang erat. Definisi fotografi sering dikaitkan dengan perkembangan teknologinya, namun sejalan dengan perkembangan industri media, seni, dan teknologi digital, maka kemudian fotografi tidak hanya dimaknai dalam konteks teknologi, tetapi lebih sebagai karya foto yang dihasilkan. Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), fotografi didefinisikan sebagai: sebuah industri yang mendorong penggunaan kreativitas individu dalam memproduksi citra dari suatu objek foto dengan menggunakan perangkat fotografi, termasuk di dalamnya media perekam cahaya, media penyimpan berkas, serta media yang menampilkan informasi untuk menciptakan kesejahteraan dan juga kesempatan kerja.

Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), kerajinan (kriya) didefinisikan sebagai: kerajinan (kriya) merupakan bagian dari seni rupa terapan yang merupakan titik temu antara seni dan desain yang bersumber dari warisan tradisi atau ide kontemporer yang hasilnya dapat berupa karya seni, produk fungsional, benda hias dan dekoratif, serta dapat dikelompokkan berdasarkan material dan eksplorasi alat teknik yang digunakan, dan juga dari tematik produknya.

Film menjadi salah satu bidang industri kreatif karena memiliki potensi besar pada pengembangan ekonomi kreatif sebagai benda budaya sekaligus nilai ekonomi. Pengembangan perfilman sebagai bagian dari sub-sektor industri kreatif dapat dipetakan melalui konsep rantai manajemen yang terdiri dari rantai produksi, distribusi dan eksibisi. Perfilman adalah salah satu usaha industri kreatif berupa tontonan yang punya peran untuk menghibur sebagai fungsi yang paling konkret dan memiliki banyak sekali fungsi lainnya mulai dari fungsi edukatif, informatif, persuasif dan lain sebagainya. Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), film didefinisikan sebagai: karya seni gambar bergerak yang memuat berbagai ide atau gagasan dalam bentuk audiovisual, serta dalam proses pembuatannya menggunakan kaidah- kaidah sinematografi.

Dalam perkembangan industri kreatif subsektor periklanan di Indonesia, cakupan kegiatannya tidak hanya terbatas pada pemasaran produk/jasa tetapi juga telah berkembang menjadi pemasaran sosial, sarana membangun citra suatu perusahaan/individu (image marketing), kampanye politik dan juga untuk membangun relasi dengan masyarakat. Hal ini sejalan dengan definisi periklanan sebagai bentuk komunikasi melalui media tentang produk dan/atau merek kepada khalayak sasarannya agar memberikan tanggapan sesuai tujuan pemrakarsa. Kegiatan yang diselenggarakan oleh industri periklanan juga semakin luas mulai dari menghasilkan konten (content), aplikasi digital, sampai pengadaan event. Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), periklanan didefinisikan sebagai: bentuk komunikasi melalui media tentang produk dan/atau merek kepada khalayak sasarannya agar memberikan tanggapan sesuai tujuan pemrakarsa.

Dalam perkembangannya, permainan interaktif didefinisikan melalui dua pendekatan yang berbeda, yaitu naratologi dan ludologi. Paham naratologi menyatakan bahwa permainan interaktif tiada lain adalah sebuah cyberdrama yang mempunyai plot, karakter, dan semesta, sehingga pemain dapat berganti peran menjadi tokoh dalam game dan berinteraksi di dunia yang lain. Sedangkan paham ludologi melihat permainan interaktif sebagai tindakan yang mempunyai aturan main, antarmuka dan konsep permainannya sendiri. Para penganut paham ludologi berpendapat bahwa meski suatu permainan mempunyai plot, karakter, dan semesta, hal tersebut semata-mata hanya merupakan pelengkap dari yang tugas yang harus diselesaikan oleh pemain. Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), permainan interaktifdidefinisikan sebagai: suatu media atau aktivitas yang memungkinkan tindakan bermain berumpan balik dan memiliki karakteristik setidaknya berupa tujuan (objective) dan aturan (rules).

Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), seni pertunjukan dalam konteks ekonomi kreatif didefinisikan sebagai: cabang kesenian yang melibatkan perancang, pekerja teknis dan penampil (performers), yang mengolah, mewujudkan dan menyampaikan suatu gagasan kepada penonton (audiences); baik dalam bentuk lisan, musik, tata rupa, ekspresi dan gerakan tubuh, atau tarian; yang terjadi secara langsung (live) di dalam ruang dan waktu yang sama, di sini dan kini (hic et nunc).

Seni pada awalnya berasal dari dorongan dalam diri manusia untuk berekspresi dan menciptakan. Penggunaan kata ‘seni rupa’ adalah perluasan dari kata seni murni untuk mendefinisikan bentuk seni yang bermanifestasi menjadi suatu bentuk tertentu. Seni murni didefinisikan sebagai seni yang mengutamakan nilai-nilai keindahan dan konsep intelektual sebagai tujuan penciptaannya. Dengan melihat perkembangan seni rupa, baik tujuan dibuatnya, dinamika sistemnya, maupun dari perkembangan keragaman penggunaan medium, maka definisi seni rupa disimpulkan sebagai: cabang seni yang mengutamakan manifestasi ide/konsep sang seniman menjadi bentuk yang menstimulasi indera penglihatan, yang dalam perkembangannya sudah ditarik jauh melewati keterbatasan visual itu sendiri. Ranah seni rupa telah lama membuka dan memperkaya dirinya pada pengalaman audiotory (pendengaran), interaksi tactile (rabaan), dan stimulasi intelektual bagi pemirsanya. Semua pilihan-pilihan medium dan metode ini berdasar pada suatu konsep intelektual sang penciptanya. Namun seni rupa dalam konteks ekonomi kreatif memiliki definisi yang berbeda dengan pengertian seni rupa itu sendiri sebagai bagian dari seni. Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), seni rupa dalam konteks ekonomi kreatif didefinisikan sebagai: penciptaan karya dan saling berbagi pengetahuan yang merupakan manifestasi intelektual dan keahlian kreatif, yang mendorong terjadinya perkembangan budaya dan perkembangan industri dengan nilai ekonomi untuk keberlanjutan ekosistemnya.

Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), televisi dalam konteks ekonomi kreatif didefinisikan sebagai: kegiatan kreatif yang meliputi proses pengemasan gagasan dan informasi secara berkualitas kepada penikmatnya dalam format suara dan gambar yang disiarkan kepada publik dalam bentuk virtual secara teratur dan berkesinambungan.
Berdasarkan buku Ekonomi Kreatif: Kekuatan Baru Indonesia Menuju 2025 (Kemenparekraf 2014), radio dalam konteks ekonomi kreatif didefinisikan sebagai: kegiatan kreatif yang meliputi proses pengemasan gagasan dan informasi secara berkualitas kepada penikmatnya dalam format suara yang disiarkan kepada publik dalam bentuk virtual secara teratur dan berkesinambungan.

Desain Komunikasi Visual merupakan ilmu yang terus bertumbuh. Ia bergeliat dan berinteraksi dengan disiplin lain untuk merespons zaman yang terus berubah, yang kemudian memberi bentuk baru. Kebaruan menjadi sesuatu yang tak terhindari. Ia telah menjadi bagian dari globalisasi yang tak terbendung. Hal ini perlu disikapi dengan cermat, agar ilmu tersebut tidak memangkas budaya yang sudah ada. Ia perlu diseimbangi agar menjadi kaya dan tumbuh berkembang bersama dengan budaya yang sudah ada. Kebudayaan tidak lagi hanya diwakili oleh tradisi atau seni-seni klasik. Agar ia dapat terus hidup, ia harus
berubah, membentuk pemaknaan baru yang segar dalam rangkaian budaya lokal sebagai kantong- kantong kecil yang pada akhirnya melestarikan dan memperkuat karakter budaya itu sendiri yang lekang oleh zaman.

Mengangkat budaya lokal dalam karya grafis merupakan jalan yang dapat ditempuh agar menjadi ‘menonjol’ dalam dunia global dan secara bersamaan melaksanakan pelestarian budaya lokal. Hal ini penting agar identitasnya tidak luntur dan tidak menjadi mati. Pelestarian bukan berarti tidak berubah, sebaliknya, ia harus bertumbuh, terus bergerak. Dengan demikian kebudayaan tersebut akan semakin kuat dan mampu bertahan – dinamis dan digemari. Desain Komunikasi Visual sebagai media yang diminati generasi muda memiliki peluang untuk menarik kembali minat generasi muda, dengan mengedepankan kolaboratif antara tradisi dan modernitas, membangun kontekstualitas baru di atas tradisi dan nilai-nilai lokal sehingga menjadi inovasi. Bentuk dan media tidak terbatas pada hasil cetak atau tampilan digital saja, tetapi sebagai sebuah strategi untuk mencapai penyampaian pesan yang efektif. Perpaduan rasa dan bahasa untuk mengungkapkan ide atau pesan melalui berbagai bentuk visual kepada penerima pesan. Desainer komunikasi visual dituntut untuk menjadi problem solver dalam bidang desain dan komunikasi. Pertama, yang perlu dipahami adalah desainer bukan seniman. Mendesain itu bukan seperti melukis, membuat patung, membaca puisi, atau menari. Pada seni murni, porsi otak kanan (kreativitas, intuisi, dan lainnya) lebih mendominasi, ditambah lagi dengan ekspresi, idealisme, mood/emosi sang seniman. Pada desainer, porsi otak kanan dan otak kiri (analisa, rasio, logika, dan lain-lain) harus seimbang. Karena dia harus menghasilkan karya yang fungsional, tidak cuma indah. Contoh cipta logo harus mencerminkan kepribadian perusahaan, bukan mencerminkan mood si desainer-kan? Prestasi ini sangat membanggakan dimana mahasiswa mampu menampilkan tema lokal konten dengan mengaitkan potensi ilmu desain komunikasi visual sebagai salah satu solusi yang ditawarkan kepada masyarakat dari bidang ilmu lainnya bertema lokal karya putra-putri terbaik Banua Kal-Sel. 

Masyarakat mempunyai harapan besar terhadap berbagai konten yang sehat, berkualitas, serta berkatakter. Melalui ide kreatif dan inovatif, kekayaan seni budaya dan keragaman yang ada di pelosok daerah bisa dikemas menjadi konten lokal sehat, berkualitas, serta tidak kalah menarik dengan konten produk negara tetangga lainnya yang kerap menghiasi layar kaca. Dipandang perlu melakukan management pengetahuan itu sendiri sebagai usaha – usaha menciptakan pengetahuan melalui konten lokal yang berasal dari masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara organik di masyarakat, yang mengangkat lokal konten berdasarkan kearifan lokal Banua yang dikaitkan dalam bidang ilmu desain komunikasi visual. Konten lokal yang sarat dengan nilai-nilai kebangsaan, budi pekerti, serta menjaga sopan-santun sangat diperlukan guna merawat kebhinekaan dan menjaga persatuan bangsa. Melalui DKV memiliki kemampuan untuk bekerja dalam berbagai area di industri kreatif, seperti advertising, production house, multimedia, graphic design, packaging, branding, event organizer, ilustrasi & komik, art & craft, printing, editorial & publication, fashion, animasi, film, special effects, fotografi, digital imaging, web & interactive media, game, mendongeng untuk anak-anak ataupun program lain yang mampu menumbuhkan toleransi, nasionalisme, dan kecintaan terhadap Banua - Tanah Air.

Semangat keberagaman, harus dimanfaatkan untuk membangun bangsa yang diwujudkan dalam karya-karya anak bangsa, termasuk beragam konten lokal sehingga menjadi literatur perjalanan bangsa Indonesia sebagai negara besar dan kaya seni budaya. Menjadi harap melalui kolaboratif agent; mahasiswa DKV-kearifan lokal akan banyak menghasilkan industri kreatif, menciptakan karya desain dan memanfaatkannya untuk perkembangan yang positif dan berdampak secara berkelanjutan bagi dirinya sendiri, almamater, umumnya kepada masyarakat, dan semoga era digital membawa masyarakat daerah semakin berdaulat dan bertuan di ranah kearifan lokal. Perlukah adanya prodi DKV di Kal-Sel? (*)

Silakan kirim opini Anda ke: jurnalbanua19@gmail.com


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar