Nyanyian Mantan Anak Buah, Seret Nama Mardani ke Kemelut Perizinan Tambang

Pengakuan mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo (rompi orange) dalam sidang kasus suap tambang menyeret nama eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming (kiri) | Ilustrasi Jurnal Banua
Bendum PBNU Mardani H Maming akhir-akhir ini menjadi sorotan. Sempat trending di twitter. Terbaru, namanya digoyang dalam aksi unjuk rasa di Banjarmasin. Rentetan kemelut itu, berawal dari geger pengakuan mantan anak buahnya.

JURNALBANUA.COM, BANJARMASIN - Rabu (13/4), Ketut Sumedana membuat keterangan tertulis. Poinnya: kedatangan Jaksa Agung ke PBNU tidak ada sangkut pautnya dengan kasus Mardani.

Ketut merupakan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung. Rilis itu dia buat, pasca gencarnya protes Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

Boyamin menyoal pertemuan Jaksa Agung ST Burhanudin dengan Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf, Selasa (12/4). "Tidak elok," kecam Boyamin.

Tidak elok yang dia maksud karena dalam pertemuan itu hadir Bendum PBNU Mardani H Maming. Yang sudah tiga kali mangkir di persidangan kasus suap tambang Kabupaten Tanah Bumbu.

Boyamin Saiman
Namun Ketut menegaskan, pertemuan itu sudah terjadwal. Mereka tidak bisa melarang kehadiran Mardani, karena yang bersangkutan adalah pengurus PBNU.

Yang bisa dia pastikan lanjut Ketut, bahwa Jaksa Agung datang justru untuk meminta dukungan PBNU terkait penangan kasus-kasus korupsi yang sedang marak mereka tangani.

Di hari yang sama saat Ketut merilis keterangan, di Banjarmasin aksi unjuk rasa digelar Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Anti Korupsi Indonesia (LSM KAKI).

Mereka meminta jaksa dan pengadilan tegas dalam kasus suap tambang Tanah Bumbu.

"Kami hanya ingin agar kasus ini segera terungkap. Siapapun sama di mata hukum. Pengadilan Tipikor harus bisa mengurai benang kusut kasus ini,” kata Ketua LSM Akhmad Husaini.

Trending #Mardani3xMangkir


Selasa (12/4/2022), tagar Mardani3xMangkir sempat trending. Sedikitnya ada tiga ribu lebih cuitan memakai tagar itu.

Sehari sebelumnya, Mardani memang mangkir yang ke tiga kalinya. Dalam persidangan kasus suap izin tambang Tanah Bumbu, di PN Tipikor Banjarmasin.

Suasana sidang kasus suap izin tambang Tanah Bumbu di PN Tipikor Banjarmasin, Senin (11/4/2022)
Hakim Ketua Yusriansyah pun meminta jaksa kembali memanggil Mardani. Menurutnya, keterangan eks Bupati itu amat penting, terkait dengan SK peralihan IUP yang dia terbitkan di 2011 silam.

SK itu bernomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010, kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.

Pengakuan Bermaterai Mantan Anak Buah


"Sekitar bulan Oktober 2011, saya selaku Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kab Tanah Bumbu disuruh oleh Bupati...," begitu kalimat di poin pertama pengakuan bermaterai Raden Dwijono.

Dia tulis di Lapas Teluk Dalam pada tanggal 18 Februari 2022. Berbubuh materai Rp10 ribu.

"Benar itu tulisan klien kami, Pak Dwi," tegas kuasa hukumnya Lucky Omega Hasan kepada Jurnal Banua.

Raden Dwijono (rompi orange) bersama kuasa hukumnya Lucky Omega Hasan saat tiba di Banjarmasin
Tulisan tangan itu membeber. Mardani memerintahkan Dwijono menemui Henry Soetio di Jakarta. Untuk membantu pengusaha itu mendapatkan pengalihan izin IUP tambang PT BKPL ke PT CPN.

Henry yang sudah almarhum itu adalah pemilik PT CPN. "Pada mulanya saya meragukan apakah bisa dialihkan atau tidak," tulis Dwi.

Namun kemudian, izin peralihan itu akhirnya terbit.

Tahun 2021, Kejaksaan Agung mendapatkan informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT). Dari informasi awal itu para penyidik di Kejagung mengumpulkan data-data dan bukti.

Selain memeriksa beberapa pengusaha di Jakarta, Kejagung meminta keterangan orang-orang terkait melalui Kejati Kalsel dan Kejari Tanah Bumbu.

"Saksi yang diperiksa sudah banyak. Karena kita tidak mau merepotkan, pemeriksaan dikonsentrasikan di Kejari dan Kejati setempat. Jadi sudah ada beberapa orang yang diperiksa di sana," kata Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah, Rabu (9/6/2021).

Jampidsus Kejagung Febry Adriansyah
Dan akhirnya, 2 September 2021, Kejaksaan Agung menetapkan Raden sebagai tersangka. Jaksa menemukan indikasi gratifikasi sekitar Rp27,6 miliar.

Dana itu disebut merupakan timbal balik atas upayanya memuluskan pengalihan IUP dari PT BKPL ke PT CPN.

Raden akhirnya ditahan di Lapas Teluk Dalam Banjarmasin.

Kajari Tanah Bumbu Panggil Mardani


Setelah sekian lama kasusnya tidak terdengar, tiba-tiba publik dikejutkan dengan surat panggilan dari Kejari Tanah Bumbu I Wayan Wiradarma, kepada Mardani H Maming. Surat penggilan itu tertanggal 23 Maret 2022.

"Untuk keperluan persidangan sehubungan dengan perkara atas nama terdakwa Ir H Raden  Dwijono dan Putrohadi Sutopo bin Meojono. Diminta agar saudara sebagai saksi,” tulis surat itu.

Kajari Tanah Bumbu I Wayan Wiradarma (kanan) saat serah terima jabatan dengan mantan Kejari Tanah Bumbu Hamdan di Banjarmasin, Senin (14/3/2022)
Dalam surat panggilan, disebut Mardani harus menghadap ke Jaksa Madya Penuntut Umum Abdul Salam Ntani, Jaksa Pratama Penuntut Umum Wendra Setiawan, dan Jaksa Pratama Penuntut Umum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Rhasky Gandhy Arifan.

Namun pada Sidang yang digelar, Senin (28/3/2022), Mardani tidak hadir. Begitu juga dengan dua sidang yang digelar dalam dua pekan berikutnya.

Ketidakhadirannya itu rupanya dimanfaatkan dengan baik oleh kuasa hukum terdakwa. Lucky Omega Hasan terlihat membangun opini hukum di media massa. Bahwa kliennya bukan pelaku tunggal.

Kliennya hanyalah kepala dinas. "Tidak memiliki wewenang menerbitkan SK peralihan IUP dari PT BKPL ke PT CPN. Jadi tidak fair jika klien kami diperiksa dan diadili secara tunggal. Karena kedudukan klien kami hanya kepala dinas," jelasnya.

Membuktikan itu, kliennya pun menawarkan diri menjadi justice collaborator (JC). Dua istilah terakhir ini mengindikasikan jika Dwidjono siap buka-bukaan di meja persidangan.

Bantah Terlibat Suap Tambang


Sementara itu, Mardani melalui kuasa hukumnya Irfan Idham membantah terlibat dalam skandal suap itu. 

Irfan menegaskan apa yang disampaikan kuasa hukum Dwidjono merupakan asumsi. Tidak memiliki basis fakta dan tidak berdasar hukum.

Terlebih, perkara Dwidjono masih dalam status pemeriksaan dan masih berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. 

Kalaupun ada kesalahan administrasi di sana, maka ranahnya adalah persidangan tata usaha negara.

"Kalaupun dinilai ada kesalahan pada proses administrasi pelimpahan IUP, hal tersebut adalah tindakan Pejabat Administrasi Negara yang batu uji ada pada Peradilan Administrasi Negara dan/atau Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Irfan kepada Tempo, Sabtu (9/4).

Bendum PBNU Mardani H Maming (kiri) hadir saat kunjungan Jaksa Agung ST Burhanudin (dua dari kiri) ke kantor PBNU Pusat, Selasa (12/4/2022)
Klaim Raden di persidangan bahwa dia diperintah Mardani lanjut Irfan harus dilihat dari hubungan struktural bupati dan kepala dinas.

"Sehingga bahasa "memerintahkan" yang dikutip dari Kuasa Hukum Bapak Dwidjono haruslah dimaknai sebagai bahasa administrasi yang wajib dilakukan oleh seorang kepala dinas jika terdapat adanya permohonan oleh masyarakat termasuk pula permohonan atas IUP PT PCN," ujarnya.

Tambah Irfan, sudah merupakan kewajiban pejabat di daerah, entah itu bupati atau kepala dinas untuk menjalankan amanat undang-undang. Untuk menindaklanjuti setiap permohonan yang masuk. Termasuk peralihan IUP PT PCN.

Lanjutnya, awal mula kasus ini adalah laporan PPATK terkait gratifikasi dan TPPU. Sehingga menurutnya, itu sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Mardani.

"Oleh karena hal tersebut adalah murni perbuatan bapak Dwidjono dengan salah seorang pengusaha. Adapun Pasal-pasal yang dalam dakwakan adalah Pasal 11, Pasal 12 huruf (a), Pasal 12 huruf (b) UU Tipikor dan Pasal 4 UU TPPU," ujar Irfan.

Dia pun menyayangkan pernyataan kuasa hukum terdakwa yang menurutnya tidak berdasarkan fakta. Karena proses peradilan masih berjalan. (tim)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

1 komentar:

  1. Biasa, pohon yang tinggi, pasti tertiup angin yang lebih kencang dibandingkan rerumputan yang tumbuh sekalipun di lapangan.

    BalasHapus