Serunya Diskusi Mahasiswa dan Dewan Terkait UU Cipta Kerja

Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru, Syairi Mukhlis (empat dari kanan), foto bersama BEM dan KSPS Kalsel, Sabtu (10/10/2020).
JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kotabaru dan Konfederasi Serikat Pekerja Sawit (KSPS) Kalimantan Selatan melakukan kunjungan ke kantor DPRD Kotabaru, Sabtu (10/10/2020).

Kunjungan sekaligus silaturahmi BEM dan KSPS disambut langsung unsur pimpinan. Ketua DPRD Syairi Mukhlis SSos, Wakil ketua I Drs Mukhni dan Wakil ketua II Mubammad Arif SH MHum, serta Sekretaris Komisi I Rabbiansyah.

Menjadi tema pembahasan dalam pertemuan, tidak lain terkait Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang sedang ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat dan pejabat.

"Sebagai lembaga legislatif, mewakili suara rakyat, sudah menjadi kewajiban kami di DPRD meluruskan apa saja yang menjadi perdebatan bahkan telah menjadi sorotan diberbagai media dengan adanya penolakan besar-besaran dengan cara berdemo yang notabene merugikan semua pihak, terkait undang-undang cipta kerja ketenagakerjaan (Omnibus Law),” kata Rabbiansyah.

Maka dari itu, tujuan pertemuan ini untuk sama-sama meluruskan terkait pasal-pasal di dalam Omnibus Law yang menjadi penolakan di kalangan masyarakat dan mahasiswa.

"Kami legislatif tidak menginginkan mahasiswa ataupun masyarakat Kotabaru menerima atau menyimak sepenggal-sepenggal isi ketentuan undang-undang Omnibus Law. Karena, banyak informasi beredar bernuansa hoaks tanpa ada memberikan penjelasan lebih khusus sesuai isi Omnibus Law," ucapnya.

Menurutnya, Kotabaru dari klaster ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta lapangan kerja ada 3 poin yang memang harus dipertanyakan.

Pertama, upah kerja tidak lagi berdasarkan UMK atau UMSK namun berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Kedua, pesangon diatas 21 tahun dan 24 tahun, maka perhitungannya tidak lagi memakai skema 10 bulan upah, namun skema 21 tahun kerja. Ketiga, skema status kerja.

"Untuk undang-undang lama Nomor 13 bagi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) karyawan kontrak hanya tiga tahun saja. Jika lebih dari 3 tahun masih terpakai akan menjadi statusnya karyawan tetap, maka tidak dapat pesangon jika berhenti dibawah 3 tahun,” terangnya.

Tapi Undang-Undang Cipta Kerja yang masuk klaster Ketenagakerjaan, PKWT tidak lagi dihitung berdasarkan dengan tahun.

Namun, lanjut Roby sapaan akrabnya, diberikan kelonggaran bahwasanya bisa dipakai lebih dari tiga tahun.

Cuma ketentuan tambahannya dengan mendapatkan pesangon ataupun penghargaan, jika statusnya PKWT sudah berhenti bekerja di atas satu tahun.

Jika semula diundang -undang lama PKWT tidak mendapatkan pesangon jika berhenti di bawah tiga tahun, kecuali undang-undang lama membuat aturan bahwasanya kontrak satu tahun, namun lima bulan setelah kontrak diputus maka perusahaan wajib membayar sisa kerja selama tujuh bulan.

“Semoga apa yang menjadi perdebatan kita dapat mencapai kemufakatan sehingga tidak lagi berbenturan dengan hukum, seperti saat ini. Dimana-mana kita saksikan demo besar-besaran menolak undang- undang cipta kerja Omnibuslaw,” pungkasnya. (shd/jb)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar