Pakai Baju Adiknya Cuncung, Malah Pilih Zairullah, Alasan Petani ini Bikin Haru

Suprapto menjemur padi di pinggir jalan Desa Manunggal Kecamatan Karang Bintang, Sabtu (19/9) siang tadi

Langit agak mendung di atas Mantewe. Sabtu (19/9) siang tadi, saya sempatkan menikmati alam desa. Roda empat butut berlari di 40 kilometer perjam.

Sepanjang jalan, dari pusat kota Batulicin, berjejer silih berganti. Poster-poster besar Zairullah dan Cuncung.

Dua nama itu sedang jadi perbincangan hangat di Tanah Bumbu. Gak tua muda, ramai diskusi. Isu ini isu itu. Berkembang liar. Seperti sepakbola, Pilkada juga begitu. Komentator lebih jago dari pemain.

Masuk kota Karang Bintang, tepatnya di Desa Manunggal. Sepasang suami istri asyik menjemur padi. Si Suami pakai baju eks Pemilu, di depan gambar Jokowi, di belakang gambar Dani (adiknya Cuncung).

Saya menepi. Parkir tidak sempurna. "Sepuluh ribu sekilo lebih," kata si Suami. Menjawab pertanyaan saya harga dedak berapa.

Iseng saya tanya lagi. Siapa jagoan dia di Pilkada tahun ini. Si istri menjawab politis: "belum tahu lagi". Tapi suaminya menukas lugas: "Zairullah".

"Dari sini sampai Mantewe itu Zairullah," tambahnya.

Ia lantas menjelaskan alasannya. Menurutnya Zairullah sosok yang merakyat saat dulu masih jadi bupati. "Dia mau duduk sama kami di sini (di desa)," bebernya.

Dia mengaku bernama Suprapto. Bertani adalah mata pencahariannya. Sembari menakar dedak, pria berambut dan berjenggot putih itu bercerita. Dirinya rindu Zairullah.

Suprapto memakai baju bergambar wajah adiknya Cuncung

"Rindu suasana pengajian. Zairullah orang yang tidak mengejar harta," ungkapnya.

Menurut Supraprto, Zairullah selama ia kenal saat di Tanah Bumbu, merupakan pribadi yang mengayomi. Sosok yang tidak menjadikan harta sebagai tujuan hidupnya, tapi sebagai alat untuk memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya kepada orang lain.

"Itu hebatnya Zairullah. Dia tulus orangnya," lirih Suprapto

Hati saya tergetar mendengar penuturan orang tua itu. Sekuat tenaga saya berusaha, agar mata ini tidak berkaca-kaca.

Bagaimana saya tidak terharu. Di pelosok desa, di tengah kemerosotan moral seperti saat ini, saya menemukan gambaran sosok pemimpin yang dicintai masyarakat. Dicinta dalam artian sebenarnya. Sulit menemukan pemimpin yang mendapat penghargaan sedemikan dari rakyat.

Puas berbincang saya pamit. Dedak saya taruh di belakang. Beratnya empat kilogram lebih.

Sampai pusat kota Karang Bintang, saya mampir di warung makan. Persis samping Mapolsek Karang Bintang. Seorang ibu paruh baya berbaju merah muda meramu pesanan saya. Gado-gado super pedas.

Iseng saya tanya juga. Dia mengaku bernama Ibu Santi. Belum punya pilihan siapa yang akan dia cucuk tanggal 9 Desember nanti. Namun katanya, dengar-dengar banyak ke Zairullah. "Katanya pengobatan zaman Zairullah bagus," bebernya.

Didera rasa pedas sambal gado-gado, saya teringat sebuah opini yang ditulis M Isa. Ia adalah guru swasta di Mantewe, juga pengurus Nahdlatul Wathan Tanah Bumbu. Menurut Isa, bagi warga Tanah Bumbu yang tidak terlibat kepentingan politik praktis cenderung ke Zairullah.

Kata Isa dalam tulisannya itu, karakter Zai khas. Zai bukan sekadar pemimpin, tapi sekaligus suluh atau harapan untuk pendidikan masa depan anak-anak di Tanah Bumbu. (*)

Heriansyah.
Sehari-hari bekerja sebagai penulis lepas.

Silakan kirim tulisan, opini atau kisah-kisah Anda ke redaksijurnalbanua@gmail.com


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar