![]() |
| Walikota Banjarmasin M Yamin saat menggelar rapat dengan para SKPD terkait rendahnya serapan anggaran pada Oktober 2025 tadi | FOTO: IST |
JURNALBANUA.COM, BANJARMASIN — Kinerja Pemkot Banjarmasin di bawah kepemimpinan Walikota M Yamin rupanya menutup tahun 2025 dengan kekecewaan warganya.
Janji pembangunan yang diharapkan tak kunjung dirasakan secara maksimal. Keluhan itu sejalan dengan rendahnya serapan anggaran belanja modal yang tercatat hanya 46 persen per 28 Desember 2025.
"Saya lihat di situs Kemenkeu, belanja modal baru 46 persen. Padahal ini anggaran untuk proyek pembangunan kan?" ujar Lani, warga Banua Anyar kepada Jurnal Banua, Selasa 30 Desember 2025.
Dari penelusuran wartawan, rendahnya serapan anggaran infrastruktur tersebut bukan karena ketiadaan dana, karena transfer dari pusat full. Soalan ini nampaknya lebih kepada kemampuan merealisasikan belanja.
Pemerintah kota hanya dapat merealisasikan belanja modal sebesar Rp256,99 miliar dari pagu Rp554,30 miliar. Tingkat realisasi yang rendah ini jelas berdampak pada pelayanan publik dan penggerakan ekonomi lokal: banyak proyek tertunda atau tidak dimulai sehingga warga telanjur menunggu infrastruktur dan fasilitas yang dijanjikan.
Di sisi lain, belanja rutin relatif tinggi. Belanja pegawai terealisasi 87,56 persen, atau Rp850,57 miliar dari pagu Rp970,38 miliar, menunjukkan beban pengeluaran yang dominan untuk operasional pemerintahan dibanding investasi fisik yang menyentuh langsung kebutuhan publik.
Kondisi ini memperlihatkan kemungkinan adanya masalah struktural atau keterbatasan sumber daya di birokrasi pemerintah kota. Pemerintah daerah menyebut perubahan sistem pengadaan sebagai salah satu hambatan. “Hal itu memerlukan kesiapan SDM dari kami maupun penyedia,” kata Kepala Dinas PUPR Banjarmasin, Suri Sudarmiyah, seperti dikutip KBRn pada 23 November 2025.
Masalah lain yang mencolok adalah penanganan sampah. Dari struktur anggaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) terlihat hampir 50 persen dialokasikan untuk pos non-fisik, terutama pembayaran upah tenaga kebersihan—mengindikasikan bahwa penanganan sampah masih bersifat jangka pendek dan belum berpola penanganan yang komprehensif.
Rendahnya kinerja realisasi anggaran nyata sejak pertengahan tahun. Pada Juni 2025, anggota Banggar DPRD Banjarmasin Hendra sempat mengingatkan dan mengancam tidak menyetujui APBD 2025 karena realisasi belanja saat itu baru sekitar 30 persen. “Ini soal jalan yang belum diperbaiki, sekolah yang belum dibenahi, dan roda ekonomi warga yang belum benar-benar bergerak,” tegas Hendra.
Jelang akhir Oktober tadi, M Yamin sendiri menggelar rapat dengan para SKPD, terkait serapan anggaran yang kala itu pun belum sesuai target. "Di sisa tahun ini tentu masih bisa terkejar, kita perlu komunikasi yang efektif," ujarnya ketika itu.
Namun data berbicara lain. Menurut DJPK Kemenkeu, hingga akhir tahun pendapatan daerah terealisasi sebesar Rp2,69 triliun atau 103,54 persen dari target. Struktur penerimaan masih didominasi transfer pusat dan antar daerah sebesar Rp1,52 triliun (sekitar 56,6 persen), diikuti pendapatan lain-lain Rp502,40 miliar (18,7 persen). Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercatat terealisasi Rp664,23 miliar atau 92,41 persen dari target, menyumbang sekitar seperempat dari total pendapatan.
Kombinasi pendapatan yang melampaui target dan belanja yang tidak terserap penuh menghasilkan surplus operasional sekitar Rp710 miliar. Realisasi pembiayaan tercatat Rp171,97 miliar dari target Rp70,55 miliar, terutama berasal dari SiLPA tahun sebelumnya. Namun faktanya masih ada sekitar Rp689 miliar anggaran belanja yang tidak termanfaatkan hingga akhir tahun, menggambarkan jurang antara kapasitas fiskal yang tersedia dan kemampuan eksekusi program pembangunan oleh pemerintah kota. (zal/jb)
