Kisah Sedih Warga Meratus Kotabaru ke Caleg Nasdem Haji Rahmat: Kami Ingin Berpisah

HARU: Caleg perubahan Nasdem H Rahmat Trianto (peci hitam) terharu mendengar kisah warga Meratus di perbatasan Hampang, Kotabaru. Warga meminta Haji Rahmat memperjuangkan gerakan mereka yang ingi memisahkan diri dari Kabupaten Kotabaru | FOTO: IST
Dalam segala keterbatasannya, warga pedalaman Meratus Kotabaru menitipkan mimpi dan harapan mereka di pundak caleg perubahan Nasdem H Rahmat Trianto. Di sebuah rumah kayu berpenerang senter hape, Haji Rahmat dan warga saling berikrar: Kambatang 5 harus lahir!

JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Lepas Magrib, tentara yang menguasai ilmu pertahanan negara itu meninggalkan kediamanya. Dia telah membuat janji kampanye dengan warga yang tinggal di punggung Meratus, pedalaman Hampang.

Sampai di Simpang Tiga Hampang, rombongan dari arah Serongga ini berbelok tajam ke kiri. Belokan tajam itu seolah-olah isyarat: selamat datang di jalur offroad.

Tidak berlebihan jika jalan menuju Hampang seperti offroad. Aspal terkupas dan berlubang di sana-sini. Hujan seharian membuat lubang-lubang itu menjadi genangan lumpur.

Sebagai gambaran, jarak dari simpang tiga ke lokasi perbatasan Hampang sekitar 28 kilometer. Jarak sedekat itu harus ditempuh Rahmat selama 1,5 jam.

Rahmat hampir patah hati, mengira warga yang menunggunya sudah balik kanan semua. Rahmat sudah mendengar jalan ke sana rusak parah, tapi dia tidak menyangkan kalau separah itu.

"Jadi apa yang selama ini dikerjakan pemerintah kabupaten? Wajar kalau warga ngotot meminta saya datang, rupanya mereka mau saya merasakan apa yang mereka alami selama ini," ujarnya.

Sampai di lokasi pertemuan, hujan tidak juga berhenti. Rumah kayu khas suku yang tinggal di Meratus penuh sesak. Bahkan beberapa lelaki terpaksa harus berdiri di pelataran, sembari melindungi kepalanya dari dingin. Jendela di samping rumah terbuka, warga yang tidak kebagian visual memanfaatkan celah itu untuk mengamati sosok Rahmat yang selama ini telah mereka dengar namanya.

"Kayak tentara memang," kata seorang pemuda yang berdiri di halaman.

Mungkin karena pengalaman yang telah terbentuk sejak zaman kemerdekaan, warga Kotabaru dari dulu hingga sekarang begitu akrab dengan satuan yang bertugas melindungi rakyat dan negara ini.

Di rumah sudah berkumpul bebera tokoh masyarakat adat, sebut saja Mudin dan Roby Mas'ud. Kedua tokoh itu bergantian berbicara. Mereka menggunakan kesempatan itu dengan maksimal, nyaris tidak dapat dihentikan. Listrik yang tiba-tiba padam pun tidak menjadi halangan.

"Lanjutkan saja," ujar Rahmat ke Roby. Beberapa warga kemudian berinisiatif membantu penerangan dengan menggunakan senter hape.

Entah terpengaruh suasana, semua kegelisahan dan aspirasi yang disampaikan para tokoh masyarakat tersebut membekas dalam. Warga Meratus di Hampang mengaku lelah dengan kondisi mereka selama ini. Jalan mulus, bantuan pupuk, layanan kesehatan yang memadai bagi mereka seperti mimpi.

"Salah kami juga kadang-kadang, tidak pandai memilih calon wakil kami di DPR," ucap seorang warga yang sejak awal pertemuan terus-terusan mendekap lututnya untuk menahan dingin.

Puncak dari semua kegelisahan, warga akhirnya menuntut H Rahmat ùntuk berikrar dalam agenda besar yang sedang mereka perjuangkan. Agenda untuk memisahkan diri dari kabupaten Kotabaru.

Warga telah melihat conto nyata di depan mata. Bagaimana Tanah Bumbu dan Tanah Grogot bisa merata pembangunan jalannya ketika memisahkan diri dari Kotabaru.

"Apakah Anda berani berikrar untuk memperjuangkan kabupaten baru Tanah Kambatan 5?," tanya Mudin. Matanya bersinar, penuh tantangan sekaligus harapan.

Rahmat kemudian menatap wajah-wajah di rumah itu, dia menarik nafas panjang. "Justru saya akan heran kalau ada calon pemimpin yang tidak mau memperjuangkan gagasan yang tujuannya untuk kepentingan orang banyak ini," ujarnya.

Kata Rahmat, dia telah membaca banyak kajian dan mengikuti proses warga dalam mengusulkan pemekeran wilayah ke kabupaten dan provinsi. "Telah saya pelajari, dan setelah melihat langsung kondisi warga Kotabaru daratan Kalimanan dari dekat begini, saya semakin yakin Kambatang 5 merupakan solusi," tegasnya.

Caleg DPR RI Kalsel Dapil II ini menjelaskan, semua permasalahan infrastruktur yang dialami warga sebenarnya hanya masalah sepele. "Ini kan hanya kebijakan. Misalnya jalan, tinggal anggarkan kemudian jalankan proses tender pekerjaan dengan transparan, supaya yang bekerja memang kontraktor yang mampu," jelasnya.

Yang sering terjadi di banyak daerah kata Rahmat, para pemegang kebijakan membuat program berdasarkan rasa suka atau tidak. Kemudian memberikan pekerjaan kepada kelompoknya sendiri. Yang terjadi kemudian dapat ditebak, pembangunan amburadul.

Karena menilai permintaan warga soal jalan, Kambatang 5, termasuk undang-undang hak ulayat adat pada dasarnya merupakan kewajiban pemerintah, Rahmat dengan gembira memberikan ikrarnya untuk memperjuangkan semua itu.

"Nomor saya itu tidak akan saya ganti, silakan nanti kontak saja," ucapnya.

Sepanjang jalan pulang pria tinggi itu terus-terusan merenung. Ditanya, dia mengaku sedih dengan apa yang telah dialami warga Kotabaru yang tinggal di daratan Kalimantan.

"Saya tidak akan pernah melupakan sinar mata mereka, begitu besar harapan yang mereka titipkan. Jangan pernah kita kecewakan harapan orang-orang yang telah diasuh oleh rahim kebaikan Bumi Meratus itu," ucapnya. (zal/jb)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar