Pasar Masannang, Upaya Bantu Ekonomi Rakyat ala Masjid Yazidatul Ula Gunung Mandar Kotabaru

MASJID BERKONSEP EKONOMI UMAT: Ketua Pengurus Masjid Yazidatul Ula, Gunung Mandar Kotabaru, Ibnu Faozi (berpeci putih) berpose bersama warga di depan lokasi Pasar Masanang, persis di samping masjid. Masjid ini meniru konsep ekonomi umat yang sudah dilakukan Masjid Jogokariyan di Jogyakarta, yakni kas masjid sebagian besar diperuntukkan untuk membantu warga di sekitar | Foto: Pengurus Masjid Yazidatul Ula for Jurnal Banua
JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Berangkat dari ide bahwa masjid bukan hanya tempat berdoa semata, tapi juga sebagai motor penggerak ekonomi masyarakat. Pengurus Masjid Yazidatul Ula di Gunung Mandar, Kelurahan Baharu Selatan, besok Jumat akan menggelar Pasar Masannang alias pasar gembira.

"Rencana besok pagi, selain melakukan transaksi dagan, masyarakat juga akan menikmati pertunjukan seni dan budaya lokal. Ada grup panting Bunga Tanjung dari Desa Semayap dan Qasidah Al Banjari dari Desa Rampa," ujar Ketua Pengurus Masjid Yazidatu Ula, Ibnu Faozi kepada Jurnal Banua, baru saja.

Dosen di Politeknik Kotabaru ini menjelaskan, pasar nanti akan digelar persis di samping masjid. Rencananya sore hari sekitar pukul tiga. "Karena ini soft launching. Untuk ke depan, kami rencananya mulai subuh sampai siang," jelasnya.

Lantas apa saja yang akan dijua di sana? Menurut Ibnu, sementara ini yang berjualan adalah para pedagang yang sudah ada. Pendaftar yang diterima ada sekitar 50 pedagang, walau yang daftar lebih banyak tapi dibatasi karena kapasitas tempat.

Kedepannya lanjut Ibnu, pasar Masannang akan fokus untuk memasarkan produk lokal di Kotabaru. Seperti diketahui,  pasar tersebut berlokasi persis di kaki Gunung Sebatung, banyak warga Mandar tinggal di sana dengan pekerjaan mayoritas mereka adalah kebun buah: langsat, durian, manggis dan seterusnya.

"Dan harapannya, nanti selain sebagai wadah market produl lokal, juga menjadi wadah kreatif pengembangan produk turunanannya. Misalnya, nanti kita akan berharap ada produk herbal dari kulit manggis, yang bahan bakunya melimpah di sini," jelasnya.

Sederhanya, konsep Masjid Yazidatul Ula nanti meniru beberapa masjid yang menerapkan manajemen kas masjid untuk kepentingan umat. Jadi nanti ketika kas masjid terkumpul, maka langung diputar untuk membantu ekonomi warga. Bukan sebaliknya, ditabung dan disimpan banyak-banyak untuk bangga-banggan.

"Seperti namanya, Yazidatul Ula, menambah kemakmuran. Dan ke depan nanti tentu bukan hanya pasar tradisional ini, tapi kita juga akan garap beberapa program. Misalnya nanti di masjid mereka yang musafir, boleh menginap dan akan kami beri makanan," ujarnya.

Pasar Massang sendiri berasal dari kata Mandar, artinya pasar gembira. Mengapa menggunakan kata Mandar, karena tempat masjid berdiri berada di tengah warga yang kebetulan orang Mandar. Itu mengapa sejak dahulu lokasi tersebut juga akrab dengan sapaan Gunung Mandar.

Konsep pemberdayaan ekonomi umat melalui masjid punya contoh monumental di Jogyakarta, namanya Masjid Jogokariyan. Dahulu dia hanya berupa musala kecil, sekarang jadi masjid besar, memiliki puluhan kamar mandi dan jadi salah satu destinasi wisata di kota pelajar tersebut.

Keistimewaan Jogokariyan adalah, pengurus masjid merasa malu kalau tiap Jumatan kas mereka tidak nol. Semakin banyak uang di kas, menurut pengurus artinya masjid tidak menggunakan uang titipan umat untuk dimanfaatkan di jalan perjuangan.

Itu mengapa, jangan heran kalau di Jogyakarta, ada pengurus masjid Jogokariyan mendatangi rumah janda miskin. Datang dengan sejumlah uang untuk membantu si janda yang sedang terlilit utang. Pengurus malu, kalau kas mereka banyak sementara di dekat masjid masih ada warga yang berjuang hanya untuk membeli beras. (zal/jb)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar