![]() |
Zairullah bercerita bersama warga Tanah Bumbu |
Kisah itu terungkap akhir pekan tadi, ketika Zairullah kampanye di pusat kota Tanah Bumbu. Di hadapan ratusan warga dia bercerita.
Era awal Tanah Bumbu tidak semudah di periode-periode selanjutnya. Awal mendirikan kabupaten ini, bersama para intelektual di Banua, mereka menyumbangkan pikiran, tenaga dan harta.
Dengan tujuan, agar daerah pesisir yang saat itu masih berada di wilayah Kabupaten Kotabaru bisa memisahkan diri.
Pertanyannya, mengapa harus mekar? Jawabannya terlihat oleh waktu. Perlahan-lahan Tanah Bumbu berhasil melampaui Kotabaru dalam beberapa hal.
Keberhasilan itu tidak lepas dari perjuangan Zairullah. Bahkan setelah resmi berdiri, Zairullah kembali harus putar otak, anggaran daerah demikian kecil.
Ia pun pinjam ke pengusaha Cina asal Surabaya. Karena itu, dirinya sampai-sampai didatangi preman yang menagih.
Terus dan terus, kerja keras dan kerja cerdas Zairullah akhirnya membuahkan hasil. Tanah Bumbu di era pemerintahannya berhasil menarik perhatian nasional.
Konsep spiritual pembangunan Tanah Bumbu yang dibalut dalam slogan Bumi Bersujud, mengundang banyak tokoh nasional belajar. Kabupaten baru ini berhasil menjadi contoh. Bisa dibayangkan betapa visionernya Zairullah.
"Dulu orang belajar ke Tanah Bumbu. Sekarang? Itulah yang mau kembali kita luruskan. Konsep Bumi Bersujud harus kembali kita hidupkan, supaya berkah daerah ini," ujarnya.
Waktu Menjadi Bukti Kecerdasan Zairullah
Terpisah, kepada Jurnal Banua, tokoh mudah peraih magister administrasi pembangunan, Akram Sadli mengatakan, waktu ternyata menjadi bukti kecerdasan yang visioner dari Zairullah.
Bagi Akram Sadli, tokoh muda di Tanah Bumbu, menentukan pilihan di bilik suara tidak sulit. Apalagi jika hanya memilih antara Zairullah Azhar versus Cuncung Haji Maming.
"Ini pilihan mudah sekali. Tinggal berpikir sejenak, ketemu jawabannya. Walaupun Zairullah dilawankan Cuncung plus adiknya Mardani, tetap mudah memilih," ujarnya kepada Jurnal Banua, Senin (2/11) sore tadi.
Bagaimana bisa? Menurut pria peraih magister administrasi pembangunan di ULM Banjarmasin ini, Zairullah punya konsep yang jelas membangun Tanah Bumbu. Sementara Cuncung belum pernah memimpin daerah, dan Mardani hanya melanjutkan pondasi yang sudah dibentuk Zairullah.
"Saya masih ingat dahulu, banyak protes mengapa perkantoran baru dibangun Zai di Gunung Tinggi, saat itu masih hutan. Sekarang terbukti itu tepat. Artinya Zai memang punya konsep jangka panjang," ujarnya.
Waktu menjabat lanjut Akram, Zai bukan saja menyusun pondasi pembangunan fisik Bumi Bersujud. Tetapi juga pondasi spiritualnya dan ekonominya.
"Sayang yang dilanjutkan Mardani hanya fisik. Dan itu pun lebih karena bantuan dana pusat, yang kita tahu dibantu hasil lobi beberapa tokoh di Tanah Bumbu," jelasnya.
Di periode Mardani ujarnya, tidak ada yang spesial. "Yang disayangkan adalah, pondasi spiritual Bumi Bersujud tidak dilanjutkan. Padahal itu ruh kabupaten ini," bebernya.
Kepiawaian Zairullah tambah Akram terlihat di periode awal Tanah Bumbu. Kas daerah saat itu sangat minim.
"Jadi tidak sulit memilih. Karena Zai dan dua kakak beradik itu berada di level yang berbeda. Zai itu tokoh intelektual, konseptor yang visioner. Zai bukan orang yang dihormati karena hartanya, tapi karena pemikiran dan akhlaknya," tekannya. (shd/jb)