Kisah Malaikat Protes Data Corona ke Temannya

Foto ilustrasi

Pagi itu malaikat rezeki berpapasan dengan sejawatnya malaikat maut.

Tetiba malaikat rezeki bertanya: "Eh Bro, berapa bakal nyawa yang bakal loe cabut hari ini gegara Corona?".
Dengan enteng malaikat maut jawab: "1.000 orang Bro".

Besoknya mereka kembali berpapasan, malaikat rezeki kembali bertanya: "Kata loe yang mati 1.000, tapi di pengumuman TV cuman 500, ke mana yang sisanya?".

Sembari terkekeh malaikat maut menjawab. Dan kali ini jawabannya agak berbau Pilkada.

"Bro, itu yang 500 data versi quick count. Yang real count, loe tanya aja sama dinas pemakaman sono.

Lagian kaya kagak tau aja loe Bro. Kebiasaan manipulasi data di sini udah parah. Biar kagak panik katanya".

Pesan anekdot ini sederhana. Menggambarkan bagaimana salah kaprah kita dalam mengelola kepanikan.

Supaya tidak panik, kita bersikap seolah bekerja dengan profesional dalam kesenyapan. Dengan harapan masyarakat  untuk tidak panik .

Ketika ada kepala daerah gesit yang bergerak cepat meangantisipasi, semua mata pembencinya melotot dan memberi gelar tukang cari panggung.

Semua nampak terlupa bahwa generasi ini adalah generasi Z. Generasi cerdas. Generasi 4.00. Semua informasi dapat diakses 24 jam dari ponsel mereka .

Karena ketertutupan dalam menginformasikan penanganan Covid-19, akhirnya generasi ini mulai browsing sana sini. Membandingkan bagaimana pola penanganan corona berbagai negara. Berikut contoh kehancuran satu persatu negara yang lamban mengantisipasi
Celakanya, tidak semua yang pegang ponsel otaknya cerdas dan tinggi kemampuan literasinya macam rakyat Finlandia. Karena semua lini platform media massa dan media sosial banyak mengusung berita horor Covid-19. Tumpang tindih kebijakan pusat dan daerah. Maka kepanikan itu akhirnya tidak terhindarkan.

Saking paniknya mereka bahkan lupa kalau mereka punya Tuhan.

Saran saya sederhana. Berhentilah menjadi bangsa panik. Masih ada Tuhan. Berdoalah dan kembalilah kepada-Nya.

Sekali-kali jangan anggap remeh wabah ini. Waspada pun wajib, ikhtiar jalan.

Zainal Abidin Asmari

Tabik,
Zainal Abidin Asmari (*)
30 Maret 2020

*Seorang guru di Banjarmasin. Judul diubah redaksi Jurnal Banua.


Space Iklan

Tags :

bm
Admin

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar