Nisfuadi: Siring Laut, Batching Plant oh Batching Plant

Sy Nisfuadi

Pendapat Pengamat Lelang Terhadap Proyek Siring Laut


JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Pengamat pengadaan barang dan jasa elektronik, Sy Nisfuadi, menilai lambannya pekerjaan mega proyek pelebaran Siring Laut karena lemahnya evaluasi panitia lelang.

Dalam tulisannya yang dia posting secara terbuka kepada publik baru-baru tadi, Nisfuadi menegaskan. Panitia lelang atau Pokja ULP Kotabaru, lemah dan analisa dan evaluasi pada metode pelaksanaan pekerjaan yang dibuat pemenang tender.

Baca juga: Analisis Biaya Alat, Pokja Belum Berikan Keterangan

Dia juga menilai Pokja lemah dalam menganalisa jadwal waktu pelaksanaan kerja. Terakhir Nisfuadi menilai Pokja tidak cermat dalam memahami keraguan publik yang termuat dalam surat sanggahan kontraktor pesaing.

Kelemahan-kelemahan itu jelasnya, terbukti dengan tidak mampunya pemenang kontrak membawa alat batching plant dari Sampang Jawa Timur ke lokasi kerja sampai saat ini.

Alat itu tekannya mesti dibawa. Karena sudah terikat dalam kontrak awal. Lanjut Nisfuadi, dalam dokumen pengadaannya 002/Pokja.0012/BPBJ-KTB/2018 tanggal 8 Maret 2018, pada Bab IV termuat syarat mutlak pekerjaan adalah kontraktor harus memiliki alat batching plant kapasitas minimal 30 meter per kubik.

Masih dalam dokumen, kontraktor juga diminta membuat pernyataan, alat bisa digunakan dan dapat dimobilisasi tepat waktu ke lokasi pekerjaan. Syarat ini kata Nisfuadi adalah syarat yang dikompetisikan, menang atau kalahnya kontraktor sangat bergantung dengan kesediaan alat dan kesanggupan membawa alat ke lokasi kerja.

Sehingga lanjut Nisfuadi, kontraktor tidak membawa alat dari Sampang, maka pemerintah sudah sepatutnya mengambil keputusan. Karena, dalam dokumen pengadaan di XIII kata Nisfuadi, ada biaya mobilisasi alat dengan satuan unit lump sum.

Di dokumen pengadaan itu ungkapnya, nilai anggaran totalnya Rp14,26 miliar. Dari anggaran APBD 2018.

Adapun kontrak pekerjaan katanya memakai harga satuan. Implikasinya: volume pekerjaan masih bersifat perkiraan saat tanda tangan kontrak.

Kemudian, pembayaran dilaksanakan pada hasil pengukuran volume pekerjaan yang telah dilaksanakan. Juga kata praktisi yang tinggal di Banjarmasin itu, dimungkinkan adanya penambahan atau pengurangan pekerjaan.

"Kenapa digunakannya kontrak harga satuan? Karena walaupun perencanaan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin, namanya pekerjaan konstruksi ada hal tertentu yang memaksa akan terjadinya pekerjaan tambah/kurang yang tidak kita kehendaki, agar pekerjaan tersebut terlaksana sesuai dengan harapan dan tidak merugikan uang negara," tandasnya. (Jurnal Banua)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar