Keajaiban Ramadan, Pertemuan Haru M Nor Dengan Polri dan TNI Kotabaru

Aiptu Mujianto dan Serda Rusdin memberikan sembako kepada M Nor

Tiada yang melata di bumi selain sudah dijamin rezekinya. Kisah haru berikut ini, mengajarkan kita usaha dan kesabaran. Juga kepercayaan pada Tuhan.

JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Muhammad Nor, pria tua bertubuh kurus. Di bibirnya yang kering lirih senandung Angin Mamiri.

Pria Bugis itu tinggal sendiri di gubuk reot. Tepatnya di tepi jalan poros kabupaten. Desa Sarangtiung Kecamatan Pulau Laut Utara.

Dia sendiri. Benar-benar sendiri. Istrinya sudah lama pergi. Meninggalkannya sebab dunia. Tanpa sempat memiliki anak.

Tak mau berlama-lama dalam bayang kesedihan. Nor meninggalkan tanah tumpah darahnya, Pagatan Tanah Bumbu.

Kebetulan di Sarangtiung ada lahan keponakannya. "Aku mau tinggal di sana. Kutanami jagung, nanti hasilnya kukasih kamu, yang penting aku bisa makan dan tinggal," ujar Nor kepada keluarganya itu.

Menanamlah Nor. Sayuran dan jagung. Beberapa bulan panen. Uang dibagi dengan keponakan. Sebelumnya Nor memanfaatkan kayu-kayu bekas untuk membuat pondok.

M Nor membersihkan gulma di kebunnya

Begitulah waktu yang dia habiskan di ujung usianya. Untuk menghibur diri, di pondoknya yang tanpa lampu dan hiburan itu, dia menyanyi. Juga mengaji.

Ramadan terasa kesunyian di relung hatinya. Kesedihan dan harapan dia tumpahkan di atas sejadah.

Walau tak ada keturunan, Nor tetap bekerja. Baginya mencari nafkah adalah ibadah. Tak pernah mengeluh walau kadang hanya makan nasi dan ikan kering saja.

Tengah malam. Nor ke luar pondok. Langit malam Ramadan cerah. Dengan senter kecil dia melihat kebun. Kadang hama datang menyerang.

Lebaran sebentar lagi. Jagungnya masih kecil. Belum bisa dijual. Meski tidak neko-neko, jauh di dalam hatinya Nor ingin juga seperti orang lain. Makan enak baju baru.


Rezeki Punya Jalannya Sendiri


"Bagaimana sudah banyak uangnya itu?," tanya anggota Binmas Polres Kotabaru Aiptu Mujianto. Anak perempuannya lantas memeriksa tabungan dalam botol plastik.

Mujianto kembali melihat hapenya. Kapolres Kotabaru AKBP Suhasto melalui Kasat Binmas Iptu Rosadi berpesan. Polisi jika punya rezeki berbagilah dengan sesama. Mengejar pahala juga sinergi dengan masyarakat.

"Lumayan. Sepertinya cukup banyak untuk beli sembako," ujar Nurwita Galuh Pratiwi anak sulung Mujianto.

Sudah lama Mujianto menjalankan program menabung seribu sehari. Yang menabung banyak. Dari pelajar sampai para polisi. Juga para TNI.

Walau seribu satu orang. Karena banyak. Tidak terasa hanya beberapa hari, uang tabungan bisa buat beli sembako banyak. "Ya sudah. Keluarkan uangnya beli sembako," perintah Mujianto pada anaknya.

Di Kasel. Mbah Muji begitu dia akrab disapa. Bukan nama asing. Apalagi di Kotabaru, namanya terkenal. Pernah diundang Deddy Corbuzier dalam acara talkshow. Karena aksi kemanusiannya yang viral.

Awal pekan tadi, Mujianto belanja sembako. Cukup untuk hidup lima duafa selama berminggu. Ada beras satu karung. Minyak goreng, susu, gula dan lainnya.

Nun di markas Kodim 1004, Serda Rusdin sedang duduk santai. Ramadan terasa damai. Sesekali dia memantau informasi di sosial media.

"Ndan, ada polisi. Katanya mau ajak ke luar berbagi sama kaum duafa," seru rekan Rusdin.

Bergegas Rusdin ke luar. Peci hitam masih melekat di kepalanya. "Oalah Pak Muji toh," sapanya riang.

Duduklah mereka. Membahas dan memetakan. Akan ke mana hari itu. Bantuan harus tepat sasaran. Benar-benar kaum duafa.

Akhirnya mereka putuskan ke Sarangtiung.

Pertemuan yang Sudah Takdir Tuhan


"Assalamualaikum Mbah....!," Mujianto bersuara keras di depan gubuk Nor. "Walaikumsalam," suara dari dalam.

Bergegas Nor melongok. Hanya gesar kepala sedikit dia sudah bisa melihat seisi halaman. Gubuk atau pondoknya tak punya kamar.

Rusdin dan Mujianto memanggul sembako

Nor mengenakan sarung dan baju koko. Tampak baru saja usai ibadah.

Senyum Nor mengembang. Melihat banyak makanan dipanggul di atas pundak Muji dan Rusdin. "Masuk Nak. Masuk. Maaf pondoknya jelek," serunya.

Muji dan Rusdin mendekat. Menaruh sembako di gubuk. "Ini untuk sampean. Ada rezeki sedikit.

"Alhamdulillah. Banyak sekali ini Nak," kata Nor. Matanya berkaca-kaca. Ditariknya nafas dalam-dalam. Tidak pernah dia sangka ada polisi dan TNI tiba-tiba mampir membawa rezeki.

Usai basa-basi. Muji dan Rusdin pamitan. Masih ada empat duafa lagi yang akan mereka datangi. "Alhamdulillah senang rasanya. Damai di hati," ujar Rusdin.

Mengejar Lailatul Qadar


"Sudah masuk sepuluh malam Ramadan. Semua sama-sama kita tingkatkan ibadah. Amal. Siapa tahu kita bertemu Lailatul Qadar," ujar Kapolres AKBP Suhasto waktu gelar pasukan Ketupat Intan 2019, baru-baru tadi.

Suhasto menjelaskan Aksi bagi sembako dan takjil adalah program bersama dengan TNI.

"Benar. Itu bentuk sinergitas kami. Semoga kebersamaan TNI dan Polri semakin erat dengan masyarakat," kata Dandim 1004 Letkol Inf Rony Fitriyanto yang dikenal pandai mengaji itu saat dikonfirmasi.

Selama Ramadan ini, hampir tiap hari polisi dan tentara bertebaran. Berbagi sembako dan makanan berbuka puasa.

Kamis (30/5/2019) petang tadi mereka kembali beraksi. Dari pusat kota hingga ke pelosok desa. "Semoga amal ibadah mereka mendapat pahala berlipat ganda," ujar Syaripuddin tokoh agama di Pulau Laut Tanjung Selayar. (JB)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar