Bikin Menangis, Inilah Kisah Hari Raya yang Menggetarkan Jiwa

Foto ilustasi, seorang anak pengungsi Rohingya | Foto: Reuters, Mohammad Ponir Hossain

JURNALBANUA.COM, JAKARTA - Hari raya identik dengan baju baru. Anak-anak biasanya berebut soal ini.

Terkait kemeriahan hari raya itu, ada baiknya kita mengingat kembali kisah-kisah hebat dari orang-orang pilihan berikut ini.

Kisah dari manusia agung, yang memiliki hati selembut kapas.



1. Rasulullah dan Anak Yatim di Hari Raya


Suatu waktu di perayaan hari raya. Usai melaksanakan salat id, Rasulullah berjalan di pusat kota.

Anak-anak ramai berlarian ke sana ke mari. Memakai baju baru. Tawa mereka renyah terbang ke atas langit.

Rasulullah tersenyum melihat suasana itu.

Namun tiba-tiba mata Rasulullah melihat pemandangan yang kontras. Di sudut jalan, seorang bocah duduk terpekur. Matanya sembab. Ia menangis tersedu-sedu.

Rasulullah bergegas menghampirinya.

"Nak, mengapa engkau menangis? Engkau tidak bermain bersama mereka?," tanya Rasulullah.

Anak kecil itu rupanya tidak mengenali, jika yang ada di hadapannya adalah Nabi Muhammad SAW. Ia pun berkata terbata-bata.

"Wahai Paman, ayahku telah wafat. Ia mengikuti Rasulullah dalam menghadapi musuh di sebuah pertempuran. Tetapi ia gugur dalam medan perang tersebut."

Rasulullah pun menyimak dengan seksama cerita anak itu. Hatinya sedih mendengarnya.

"Ibuku menikah lagi. Ia memakan warisanku, peninggalan ayah. Sedangkan suaminya mengusirku dari rumahku sendiri. Kini aku tak memiliki apa pun. Makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Aku bukan siapa-siapa. Tetapi hari ini, aku melihat teman-teman sebayaku merayakan hari raya bersama ayah mereka. Dan perasaanku dikuasai oleh nasib kehampaan tanpa ayah. Untuk itulah aku menangis."

Perasaan Rasulullah bergelora. Hatinya terenyuh. Dia tahan air matanya agar tidak menetes. Dia genggam tangan anak itu.

“Nak, dengarkan baik-baik. Apakah kau sudi bila aku menjadi ayah, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai paman, Hasan dan Husein sebagai saudara, dan Fatimah sebagai saudarimu?” tanya Rasulullah.

Mendengar pertanyaan itu, tahulah si anak tadi, jika yang di hadapannya adalah Rasulullah. Sontak wajahnya berubah.

"Kenapa tak sudi, ya Rasulullah?” jawabnya tersenyum untuk pertama kalinya.

Rasulullah segera membawanya ke rumah. Diberi pakaian yang baik. Makan. Dan wangi-wangian. Ia pun kemudian bermain ke luar rumah.

Anak-anak di kota pun heran campur gembira melihatnya tidak lagi bersedih. Anak-anak pun bertanya.

Sambil tersenyum anak angkat Rasulullah itu pun berkata, "Tadinya aku lapar, tetapi lihatlah, sekarang tidak lagi. Aku sudah kenyang. Dulu aku memang tidak berpakaian, tetapi kini lihatlah. Sekarang aku mengenakan pakaian bagus. Dulu memang aku ini yatim, tetapi sekarang aku memiliki keluarga yang sangat perhatian. Rasulullah SAW ayahku, Aisyah ibuku, Hasan dan Husein saudaraku, Ali pamanku, dan Fatimah adalah saudariku. Apakah aku tidak bahagia?”

Begitulah indahnya akhlak Rasulullah kepada anak yatim. Semoga kita semua mampu meniru keindahan itu.



2. Kisah Umar bin Abdul Aziz dengan Anak Kandungnya


Waktu itu hari raya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz berjalan keliling kota. Ke luar masuk gang tapa pengawalan.

Umar dalam sejarah, dikenal sebagai salah satu khalifah yang paling zuhud.

Sedang asyik berjalan meresapi suasana hari raya, tiba-tiba Umar melihat seorang anak kecil berpakaian lusuh dan usang. Dari jauh Umat terkejut, anak itu mirip dengan anaknya.

Mendekatlah Umar. Benar saja. Anak kecil lusuh itu adalah anak kandungnya. Tiba-tiba saja perasaan Umar bergetar. Lututnya terasa lemas.

Bagaimana tidak. Sepanjang jalan ia melihat anak-anak berpakaian bagus berlarian riang gembira. Hari raya, hampir semua berpakaian bagus. Tapi anaknya sendiri, anak seorang khalifah hanya memakai baju lusuh.

Perasaannya sebagai seorang ayah terluka. Dengan menahan air mata ia menghampiri anaknya. Semakin dekat dengan anaknya, semakin sedih perasaan Umar. Ketika dekat, ia pun tak tahan lagi melihat penampilan sang anak yang masih berusia 10 tahun itu.

Air mata Umar jatuh menetes. Anaknya melihat itu. "Wahai Ayah, mengapa engkau menangis?" tanyanya dengan polos.

“Anakku, bapak khawatir kamu akan patah hati dan langit-langit di hatimu runtuh ketika anak-anak kecil lain menyaksikanmu dengan pakaian lusuh dan kumal di hari Id ini,” jawab Khalifah Umar terisak.

"Wahai amirul mukminin, tuan tidak perlu khawatir. Orang yang patah hati adalah mereka yang diluputkan Allah dari ridha-Nya atau mereka yang mendurhakai ibu dan bapaknya. Dan aku berharap Allah meridhaiku berkat ridhamu wahai ayahku,” jawab anaknya dengan penuh percaya diri.

Umar terkejut mendengar jawaban itu. Air matanya pun semakin deras menetes. Ia lantas mengecup kening anaknya. Dan mendoakannya.

Sekadar diketahui, Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang terkenal karena kezuhudannya. Ia mengharamkan aset negara untuk kepentingan pribadi dan keluarganya.

Pernah suatu malam di kantornya, anak Umar masuk. Umar pun bertanya maksud kedatangan sang anak. Mendengar kedatangan anaknya karena kepentingan keluarga, tiba-tiba Umar langsung mematikan pelita. Umar berkata, pelita itu dibiayai dari uang negara, karena pembicaraan mereka hanya urusan keluarga maka tidak boleh memakai fasilitas negara. (JB)



Kisah-kisah di atas disadur dari NU Online. Dengan sedikit perubahan redaksi dari Jurnal Banua.


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar