Apakah Instabilitas = Suatu Celah Bisnis

Penjual obat di pasar sedang memperagakan atraksi sulap | Foto: IST

Coretan Opini Intermezzo

Yuri Muryanto Soedarno *).

Dulu. Waktu saya SD, televisi masih hitam putih dan kalau mau melihat televisi, saya harus berjalan jauh ke rumah seseorang yang terpandang di kampung.

Itupun oleh si pemilik, hanya hari minggu yang diperbolehkan buat anak-anak. Menontonnya pun berdesakan bila acaranya menarik.

Waktu itu acara televisi pun tidak full time dan hanya ada satu channel saja.

Tapi hari minggu itu, saya dan beberapa teman tidak melihat televisi. Kami  justru ke  pasar desa yang jaraknya tidak begitu jauh. Berembus berita, kalau di pasar desa ada Penjual obat yang menampilkan berbagai atraksi: sulap atau kanuragan.

Walaupun atraksinya tidak ada hubungannya dengan obat yang di jualnya. Anggaplah atraksinya sulap kartu, tetapi obat yang di jualnya adalah obat sakit gigi.
Lha, dimana hubungannya?

Walaupun demikian, penonton tetap membludak dan banyak juga penonton yang membeli obatnya.

Hari minggu berikutnya,  penjual obat itu datang lagi, di pasar desa. Atraksinya berubah dengan versi yang lain. Dia berpakaian ala suku primitif dengan corang coreng di wajah, sambil beratraksi makan semprong dan bolam lampu.

Lagi lagi obat yang dijualnya tetap tidak ada hubungannya  dengan atraksi kanuragannya. Karena obat yang dijualnya kali ini, adalah obat sariawan. Seperti sebelumnya, obatnya pun tetap laris.

Saat itu saya belum mengerti, kenapa pasar desa itu lebih ramai dari biasanya. Walaupun ada harga-harga barang yang mengalami kenaikan.

Beberapa hari kemudian, Paman mengajak saya ke rumah kenalannya yang mau memborong panen kedelainya. Rumahnya di kota kabupaten. Sebagai bocah ndeso, betapa sukacitanya saya diajak ke kota.

Terbayang naik mobil dan makan makan (walaupun cuma naik mobil angkutan pedesaan serta makan di rumah makan sederhana).

Di kampung itu, hanya ada satu satunya mobil angkutan umum, punya orang yang kaya di kampung.

Saat tiba waktunya pergi ke kota, ternyata mobil angkutan pedesaan mogok. Batal ke kota. Berapa kecewanya saya, gagal bervakansi ke kota.

Beberapa tahun berlalu. Sekarang pasar desa itu berubah, dan tambah mentereng.
Sekedar bernostalgia, saya pun turun dari mobil. Ingatan saya melayang pada masa anak anak ......

Bahwa kegagalan saya bervakansi ke kota dulu itu karena mobil angkutan pedesaan mogok (kendala transportasi), dan jembatan rusak karena bencana (force majeure).
Secara umum situasi kondisinya sedang terjadi instabilitas.

Ingatan saya melayang pada penjual  obat yang lumayan cakap membaca situasi.

Sepertinya penjual obat itu  memainkan situasi dan kondisi  'instabilitas' untuk menerobos 'business process' dari sisi 'marketing' agar dagangannya terjual. Laris manis tanjung simpul.


in memoriam : ( ... sinau, men pinter ; ne' pinter ojo minteri ... ; Djampirogo,  Mentaos, Gudo, Jombang, Jawa Timur )

Yuri Muryanto Soedarno
*). Yuri, akrab di sapa Ceppe /atau Utuh Iyur, alumni Adm. Niaga FISIP ULM, salah satu pelopor Mapala Fisipioneer, kadang menulis tentang lingkungan, traveling (petualangan), bisnis, puisi, serta menyikapi fenomena sekitar.


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar