RedaksiJB: Membaca Pengalaman Lockdown Cina di Wuhan

Cina melaporkan, mereka mulai memulangkan ribuan perawat yang bekerja di Wuhan pada 17 Maret tadi

Beberapa pejabat kita terkesan menghindari istilah lockdown. Padahal, aturan yang mereka terapkan sudah jadi bagian lockdown.

Di rumah saja. Jangan ke luar jika tidak penting. Dua kalimat ini adalah sekian dari aturan lockdown.



Pertengahan Maret tadi, media di Cina memberitakan. Wuhan perlahan sudah dibuka. Beberapa perusahaan mulai aktif lagi.

Itu setelah mereka melakukan lockdown di Wuhan sejak pertengahan Januari lalu.

Supaya mudah, kita ganti saja kata lockdown dengan isolasi.



Sistem isolasi di Wuhan saat itu amat tertutup. Siapa pun di Wuhan tidak boleh ke luar. Jadi para pendatang yang kadung berada di Wuhan, tidak boleh lagi ke luar kota.

Setelah itu ribuan petugas medis dari berbagai kota di Cina diterjunkan ke sana. Hanya dalam waktu beberapa hari, Cina menyulap sebuah lapangan jadi rumah sakit yang punya ribuan ranjang.

Sayur dan bahan makanan untuk warga di rumah diantar dengan sistem yang teratur. Tidak terhitung jumlah sukarelawan yang ikut membantu di sana.



Sekarang, ketika dunia sedang sibuk berperang, Wuhan sedikit demi sedikit mulai pulih. Warga yang sudah dinyatakan netral, sudah diperbolehkan meninggalkan Wuhan.

Ketika pemerintah Amerika berusaha menimpakan kesalahan pada Cina, negara tirai bambu ini menjawabnya dengan kerja keras. Membantu banyak negara termasuk Indonesia.

Cina juga menyumbangkan puluhan juta dolar ke WHO.



Hingga kini Cina terus meminta semua negara berusaha lebih keras lagi memerangi corona.

Indonesia sebenarnya agak mudah menerapkan isolasi. Terdiri dari banyak pulau. Pulau-pulau yang ukuran sedang ke kecil dapat menerapkan sistem ini dengan mudah.

Misalnya di Pulau Laut Kabupaten Kotabaru. Pemerintah dapat mengunci daerah ini. Dari masuk dan keluarnya orang.



Seperti Cina, maka kemudian pemerintah dapat melakukan pemeriksaan massal. Mereka yang terpapar bisa segera dipindahkan menurut kategori, untuk mendapatkan perawatan.

Kebutuhan warga didistribusikan oleh pemerintah bekerja sama dengan abdi negara dan para sukarelawan. Setelah semua dipastikan tidak terpapar corona.

Warga menengah ke atas tetap mengeluarkan uang untuk membeli. Namun distribusinya dilakukan oleh pemerintah.



Sementara mereka yang berada di kelas menengah ke bawah, atau yang perlu bekerja agar tetap makan, ada dua pilihan. Pertama, pemerintah menanggung biaya makan mereka.

Ke dua, warga yang lemah ekonomi dapat bekerja di bagian distribusi makanan atau tugas lainnya. Setelah mereka dipastikan tidak terpapar corona.

Pun begitu, dalam sebuah wawancara video, Juru Bicara Covid-19 Indonesia, Achmad Yurianto mengatakan, isolasi tidak perlu dilakukan. Andai masyarakat bisa disiplin.



Yuri mengatakan, masyarakat mesti menjaga jarak minimal dua meter saat bersama orang lain. Utamanya di tempat umum.

Kemudian disiplin terkait aturan kebersihan. Tidak bersentuhan tangan. Atau menyentuh benda umum, seperti pintu mini market, ATM dan lainnya.

Jika terjadi sentuhan di luar, maka harus dipastikan tangan jangan sampai menyentuh mulut, hidung atau mata sebelum dibersihkan.



Apabila batuk-batuk segera memakai masker. Istirahat di rumah. Perbanyak vitamin. Dan informasikan ke petugas kesehatan untuk koordinasi selanjutnya.

Yuri percaya, jika disiplin tinggi diterapkan. Maka Indonesia tidak perlu isolasi seperti Wuhan.

Pertanyaanya? Sudah mengertikah semua masyarakat kita dengan rambu-rambu itu? Dan bagaimana dengan mereka yang terdampak ekonominya?




Suka atau tidak suka, kedisiplinan jaga jarak sepertinya akan berhasil, jika warga yang terdampak ekonominya mendapat bantuan langsung dari pemerintah. (REDAKSI JURNAL BANUA)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar