Cara Taiwan Kontrol Sebaran Corona, yang Karantina Dihonor Rp500 Ribu

Foto ilustrasi

JURNALBANUA.COM, BANJARMASIN - Taiwan mestinya luluh-lantak karena corona. Karena 400 ribuan warganya tinggal di Cina Daratan.

Jarak pulau kecil ini ke Cina juga sangat dekat. Hanya 130 kilometer. Hampir sama jarak Banjarmasin ke Barabai.



Sebagai gambaran. Per 24 Maret tadi, pusat pengendalian wabah terpadu di Taiwan (di Kalsel disebut Gugus Tugas), jumlah positif corona sebanyak 215 kasus.

Pada hari yang sama jumlah kasus positif COVID-19 di Cina mencapai 81 ribu lebih, Korea Selatan 9 ribu lebih, Italia 63 ribu lebih, dan Iran sebanyak 23 ribu lebih

Sementara itu angka kesembuhan di Taiwan juga tinggi. Di hari itu tercatat ada ada 29 orang sembuh dan 2 meninggal. Bandingkan dengan Indonesia: per 25 Maret, dari 790 kasus, ada 58 orang meninggal sementara yang sembuh 31.



Direktur Pusat Kebijakan, Hasil, dan Pencegahan Penyakit dari Universitas Stanford Jason Wang mengatakan, Taiwan berhasil karena mereka sudah mempersiapkan dengan cepat. Di saat beberapa negara baru bersiap, Taiwan sudah berlari melakukan pencegahan.

“Mereka secepat mungkin mendatangi pesawat yang berisi orang-orang dari Wuhan. Sebelum turun, mereka mengecek gejala orang-orang itu. Mereka sangat waspada dalam mendeteksi kemungkinan infeksi yang masuk," kata Jason.

Kesiapan Taiwan bukan kebetulan. Mereka sudah berpengalaman dengan wabah SARS. Semua sistem yang terkait penanganan SARS itulah yang kembali bekerja dengan maksimal untuk Covid-19 ini.



Di awal-awal kasus mencuat, Taiwan sudah melarang warganya bepergian. Warga yang baru masuk dan terpapar mereka data dengan maksimal.

Masker mereka produksi sendiri. Empat juta buah masker dalam satu hari. Ekspor impor masker dilarang. Hanya untuk konsumsi dalam negeri.

Berkat sistem anggaran yang baik, sebulan kemudian Taiwan berhasil membuat masker hingga 10 juta buah dalam satu hari.



Warga yang dikarantina dapat pesangon dari pemerintah. Itu jika warganya kooperatif melapor. Pesangonnya mencapai setengah juga rupiah dalam satu hari.

Kemudian, Taiwan juga memaksimalkan teknologi seluler. Semua warga didata. Semua informasi corona dikirim ke warga melalui aplikasi.



Seorang mahasiswa dari Amerika yang dikarantina di Taiwan, Milo Hsieh, bercerita. Dalam masa karantina bersama keluarganya dua minggu, asupan makanan disediakan.

Pernah hape Milo mati. Hanya dalam satu jam, petugas langsung datang memeriksanya. Artinya, Taiwan memantau real time pergerakan warganya. (shd/jb)



Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar