Kisah Lengkap Awaludin, Penjual Martabak Jadi Anggota Dewan di Kotabaru

Awal memberikan martabak kepada Kapolres AKBP Suhasto, di kanan Ketua DPRD Kotabaru sementara Syairi Mukhlis | Foto: Radar Banjarmasin grup Jawa Pos

Gang Desa Sebatung penuh manusia. Awaludin sibuk menggoreng martabak. Di hari pertama dirinya dilantik jadi anggota DPRD, pengusaha kuliner itu sibuk menjamu tamu, yang datang tak henti-henti.

RADAR BANJARMASIN, KOTABARU

"Ayo kita main ke rumah Awal, pengusaha martabak yang jadi anggota dewan itu," kata Kapolres Kotabaru AKBP Suhasto kepada penulis saat tak sengaja berpapasan di aula Mapolres, Senin (26/8) tadi.

Awaludin, beberapa hari sebelumnya sudah menyebar undangan. Termasuk ke penulis. "Habis pelantikan aku selamatan, datang ya," kata pria asal Tegal Jawa Tengah ini melalui pesan singkat.

Hari itu, sebanyak 35 anggota DPRD Kotabaru dilantik. Ada 16 orang wajah baru. Termasuk Awaludin, dari partai PAN.

Kisah terpilihnya Awaludin, menambah deretan fakta: hasil tidak pernah mengkhianati proses.



Lulus SMA, Awaludin merantau ke Bogor. Ia diterima di IPB lewat jalur prestasi. Sebenarnya orang tua kata Awal, tidak mampu saat itu membiayai kuliah.

"Saudara banyak. Tapi sayang, saya diterima di IPB. Saya pun nekat waktu itu," kata pria yang lahir 13 Agustus 1982.

Menghidupi dirinya di rantau, Awal berjualan nasi goreng. Semester tiga, ayahnya meninggal. Beban hidup semakin berat.

Meski tertatih, Awal berhasil lulus. Meraih titel sarjana kehutanan. Ia tinggalkan usaha nasi goreng. Mulai melamar ke kantor-kantor.

"Gak ada yang terima saya. Sarjana kehutanan hampir gak ada peluang kerja waktu itu."

Tahun 2009 ia nekat merantau ke Banjarbaru. Istrinya, gadis satu kampung yang baru dinikahi, Siti Umi Fazriyah ia boyong juga.

Dekat bundaran Banjarbaru, Awal mulai meniti hidup lewat jalur swasta. Gerobak martabak ia buka. Namanya Al Fathih. Persis di depan pos polisi.

Sedari kecil Awal akrab dengan martabak. Di kampungnya, hampir semua usaha itu.

Adonan martabak di Tegal, konon berasal dari muslim India. Orang India itu menetap di sana, beristri di sana, dan membuka usaha martabak.

Rasa martabak buatan Awal memang beda. Aroma daun bawang kuat, khas makanan Timur Tengah. Kulitnya renyah.

Martabak Al Fathih berkembang pesat di Banjarbaru. Jualan sore, pagi hari keliling cari kerja kantoran. "Sayang ijazah. Tapi sama, gak ada yang terima juga," kata Awal.

Dalam waktu beberapa bulan, Awal kewalahan menangani pelanggan. Beberapa anak muda asal kampungnya dipanggil membantu ke Banjarbaru. Omzetnya saat itu per hari sudah jutaan rupiah.

Di sini mulai terlihat jiwa usaha anak muda itu. Sukses di Banjarbaru. Tahun 2010 ia pindah ke Kotabaru. Kebetulan, di Saijaan ada keluarganya, Dirut Politeknik Kotabaru Ibnu Faozi.

"Dia ipar saya. Katanya, ke Kotabaru saja. Peluang usaha masih banyak di Kotabaru."

Di Kotabaru, Awal tinggal di Desa Sebatung. Tepat di jantung kota.

Di depan RSUD Kotabaru, ia membuka usaha martabak. Martabak Eza.

Akhirnya ijazah kuliah Awal terpakai juga. Tapi bekerja bukan di bidang kehutanan. Dia diterima di Bank Mega.

Dari bank itulah ia mulai banyak relasi. Pertemanannya meluas. Awal semakin piawai menarik simpati orang. Suka diskusi dan kumpul-kumpul. Gayanya yang yang tak ngotot mempertahankan pendapat sendiri, membuat dirinya jadi rekan dialog yang asyik.

Dalam hitungan tahun, usaha martabaknya semakin berkembang. Dia buka cabang baru di Sungai Taib. Sekarang ada 10 orang pemuda yang bekerja di martabaknya

Tahun 2015 jadi titik balik baru kehidupan pengusaha martabak ini. Sahabat dan orang kampung memintanya jadi kepala desa.

"Awalnya takut. Ragu. Tapi dibilang-bilang maju aja."

Walau dunia politik baru baginya, tapi tahun itu pertemanannya dengan elit politik di Saijaan sudah demikian luas. Setelah konsultasi dengan keluarga di Jawa, Awal akhirnya maju bertempur di Pilkades.

Awal menang.




Namanya seketika meledak. Para petinggi Parpol banyak meliriknya. Keluarga di Tegal acap mengisahkan Awal. "Di kampung saya, jadi kepala desa itu luar biasa," kekeh Awal.

Sejak itu dia dipanggil dengan sebutan Kades Sebatung. Hampir tiap malam Awal diskusi, dengan sesama kepala desa, orang-orang Parpol, juga para jurnalis di lokal.

Awal biasanya mengirim pesan singkat ke rekan-rekannya. Minimal seminggu sekali. Isinya: di mana, kumpul yuk di depan martabak.

"Saya sampai sekarang mau punya halaman yang luas. Supaya bisa kumpul-kumpul ramai."

Karena jiwa sosialnya itu, akses relasinya semakin meluas. Gubernur Kalsel Sahbirin Noor beberapa tahun silam, memilih Desa Sebatung jadi lokasi Bagarakan Sahur.

Dalam pemilihan Apdesi, Awal terpilih jadi sekretaris. Mulanya, pemuda ini yang digadang-gadang akan menang jadi Ketua Apdesi. Banyak kepala desa dari Kotabaru daratan Kalimantan mendukungnya. Namun saat itu ada ada agenda politik, Awal melarikan suara pendukungnya ke Kades Teluk Kemuning, Sabri.

Dengan relasi yang sedemikian, Awal semakin dalam masuk ke dunia politik. Wewenang kepala desa tidak lagi mampu mengakomodir jam terbangnya.

Gayung bersambut, partai PAN mengusungnya berlaga di Pileg 2018. Sebagai orang baru, Awal harus pasrah ditempatkan di Dapil yang bukan daerah mainannya.

Berkali-kali Awal menyampaikan. Dia mesti di Dapil kota. Dia kadung populer. Jualan nama Kades Sebatung bisa jadi andalan. Tapi partai keukuh menempatkannya bertarung di daerah Kelumpang.

"Maju atau tidak? Maju tidak? Sempat bingung sekali waktu itu."

Ayah empat anak ini akhirnya konsultasi lagi ke kampung halaman. Sang ibu merestuinya maju berlaga ke Pileg. Beberapa saudaranya menyanggupi meminjamkan uang untuk dana kampanye.

Awal mundur dari jabatan Kades.

Mulailah ia bergerak. Hampir semua strategi ia jalankan. Sampai meminta kepada sahabatnya Kades Subur Makmur, Saipudin Zohri, bertemu khusus dengan Tuan Guru Bajang. Zohri satu kampung dengan TGB.

Tahun 2018, TGB datang ke Tanah Bumbu, undangan dari Mardani Haji Maming. Awal juga diundang. Berkat bantuan Zohri, pengusaha martabak ini bisa berduaan dengan TGB di rumah Mardani. Awal minta didoakan.

"Dia (TGB) pegang dada saya. Rasanya ces waktu itu."

Awaludin saat didoakan TGB, tampak di belakang sahabatnya Saipudin Zohri | Foto: Jurnal Banua



Ke sana-sini Awal cari modal. Para kepala desa ia hubungi. Banyak kepala desa di daratan Kalimantan menjanjikan ratusan suara. Termasuk Kepala Desa Sungai Kupang Jaya, Yanto Saputera.

Alasan Yanto menggaet massanya untuk Awaludin sederhana. "Awal itu masih muda. Diajak komunikasi enak," kata Yanto.

Bagi Yanto, Awal sudah seperti saudara sendiri.

Tapi itu belum cukup. Awal perlu uang untuk menggerakkan tim-tim di lapangan. "Kalau saya pulang pergi kampanye gak efektif. Lebih saya dekati tokoh-tokoh di sana, nanti mereka yang bergerak di lapangan."

Puluhan juta digelontorkan keluarganya. Patungan.

Gak cukup. Awal pun terpaksa menggadaikan mobilnya. Pontang-panting ke sana-sini.

Jelang pencoblosan Awal gelisah. Wajahnya benar-benar resah. Suatu malam, ia mengajak penulis ke Siring Laut. Makan sate.

Kebetulan di sana ada duduk pria tinggi besar, rambutnya panjang. Wajahnya keturunan Arab. Lanief namanya. Suka berbicara agama. "Kalau usaha sudah maksimal ya sudah serahkan sama di Atas," ujarnya menenangkan Awal.

Tibalah hari pencoblosan. Awal menghilang dari pusat kota. Pergi mengawal suaranya di pelosok-pelosok desa. Final, Awal dapat 1336 suara. Menang, tapi nyaris kalah.

Gegerlah Sebatung. Pekik sukur pun menggema di Tegal. Awal, jadi kebanggaan. Satu-satunya di keluarga yang jadi politisi.

Di hari pelantikan, ia paling banyak dapat karangan bunga di halaman Gedung DPRD. Anak buahnya di Martabak sibuk mengumbar senyum. Senin (26/8) itu, semua gerobak martabak standby di Sebatung. Tamu-tamu disuguhkan makanan itu untuk cuci mulut.

Awaludin menggoreng martabak untuk menjamu tamunya | Foto: Radar Banjarmasin grup Jawa Pos



Makanan berat ada daging sapi, sate kambing dan menu telur. Sahabatnya di Kotabaru banyak datang menempuh jarak ratusan kilometer ke kota.

Dan ketika Kapolres AKBP Suhasto datang, Awaludin bergegas memasakkan martabak. Tebal. Harum. Dia bawa sendiri ke kepala polisi itu.

Suhasto hanya bisa nyengir. Bibirnya kering. Senin dan Kamis ia rutin puasa. (Sumber: RADAR BANJARMASIN edisi Jumat 30 Agustus 2019)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar