Apakah Hidup Perlu Mainan?

Supri di halaman rumahnya

Coretan Opini Intermezo

Yuri  Muryanto Soedarno *)

Saya hentikan sepeda motor, waktu melihat beberapa orang berkerumun di pinggir jalan dan ikut peduli mengumpulkan dagangan tukang sayur mayur yang jatuh sendiri, dan barang bawaannya berhamburan.

Salah satu orang yang menolongnya terkesan nyentrik. Di usia lelaki yang lumayan tua (67 tahun) berperawakan kecil, memakai giwang dari packing karet salah satu komponen otomotif vespa, di salah satu telinganya.

Juga memakai gelang dari besi monel di tangan kiri, tak ketinggalan kalung di lehernya.

Serta ada beberapa tato di fisiknya, juga kumis dan jenggot yang seakan tak dirawat.



Tukang sayur kemudian melanjutkan aktivitasnya. Tak lupa mengucapkan terimakasih pada yang menolongnya.

Tinggallah lelaki tua itu dan saya. Dia pun menawari untuk singgah di rumahnya yang hanya di seberang jalan saja.

Komunikasi yang santun dan gaya penampilannya, membuat saya tertarik untuk merima tawaran singgah di kediamannya.

Di halaman pondoknya ada monumen bangkai vespa tua,  yang bertuliskan 'selamatkan vespa dari kepunahan'.

Dia memperhatikan saya sewaktu membaca tulisan itu, dan berkomentar, "Hidup perlu mainan Mas, supaya jangan stress dan kebablasan".

Saya pun mengangguk dan tersenyum padanya.

Begitu masuk ke istananya (begitu dia menamakannya), walaupun hanya rumah sangat sederhana, karena tak saya temukan closed pada saat mau buang air.
"Saya  buang hajatnya nomaden dan situasional," katanya sambil tertawa.

Ia bercerita. Lokasi rumahnya adalah milik orang lain yang dia sewa tanahnya. Ia berjualan tanah dan kotoran hewan (pupuk) untuk media tanam. Juga menjual bibit tanaman hias apa adanya, dengan lahan dan bibit seadanya, yang tentunya tak seimbang bila di bandingkan dengan lahan nursery garden.

Sementara saya duduk di ruang tamu, ia mohon diri ke belakang sebentar.

Di ruang tamu yang relatif kecil, ada tulisan 'Ars Longa Vita Breves' (Seni itu panjang, hidup itu singkat).

Tidak sampai 10 menit si bapak kembali muncul membawa nampan berisi teh panas. Ia muncul dari balik korden yang penuh coret moret dengan tulisan tulisan humor. UGD = Unjuk Gigi Dong, SMK = Salam Mesin Kanan,  LupUs = Lupa Usia, WTS = Wani Touring Saurangan. Dan lainnya.

Lalu kami pun diskusi, yang disebutnya sebagai obrolan gobal gabul delapan penjuru mata angin.

Beberapa obrolannya terkesan agak nyeleneh. Misalnya, kenapa lombok itu rasanya disebut pedas, dan garam rasanya disebut asin. "Kalau dibalik  penyebutannya gimana ya Mas," ujarnya sambil tergelak.

Sebelum permisi pulang dia berseloroh dengan saya "Berbahagialah kita Mas,  karena diberikan rahmat untuk bisa menengok kepekaan manajemen hati, dan tidak ego dari pengakumulasian materi serta strata sosial dalam bermanusiawi" ujarnya sambil tersenyum.

Matursuwun Pak Supriyono Singomulanjoyo.

Penulis berbincang dengan Supri

Omong-omong. Pak Supri, demikian ia akrab disapa. Pernah kuliah di Fakultas Keguruan Sastra dan Seni.

*) Yuri akrab dipangil Ceppe atau Utuh Iyur,  alumni Adm. Niaga FISIP ULM,  salah satu pelopor Mapala Fisipioneer, kadang menulis tentang lingkungan, traveling, bisnis, puisi serta menyikapi fenomena sekitar.


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar