Eks Bawahan Mardani H Maming Divonis 2 Tahun Penjara

Foto ilustrasi
JURNALBANUA.COM, BANJARMASIN - Mantan Kadis ESDM Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutupo dijatuhi hukuman penjara 2 tahun, dan denda Rp500 juta. Kata hakim, dia terbukti korupsi dan melakukan tindakan pidana pencucian uang.

Putusan bersalah dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin Hakim Yusriansyah pada persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (22/6/2022). 

Hakim menjelaskan, dari fakta persidangan Raden menerima Rp13,6 miliar. Terkait peralihan izin tambang dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BPKL) ke PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara), pada tahun 2011.

Hakim menolak pernyataan Raden, kalau uang itu adalah pinjaman dari pemilik PT PCN saat itu.

"Rangkaian kegiatan itu (transfer uang) menyamarkan pemberian uang seolah-olah pinjam-meminjam,” ujarnya.

Putusan itu lebih rendah dari tuntutan JPU lima tahun penjara dan denda Rp1,3 miliar.

Saat membacakan putusan, hakim sempat menyebut nama Mardan H Maming dalam kapasitasnya sebagai Bupati Tanah Bumbu saat Raden menjabat kepala dinas.

Bahwa Mardani mengenalkan pemilik PT PCN Henry Soetio kepada Raden. Untuk pengurusan pengalihan izin IUP tambang batu bara di Tanah Bumbu.

Raden kemudian membuat surat rekomendasi pengalihan izin IUP tersebut.

"Bahwa atas dasar surat rekomendasi tersebut, Bupati yang dijabat saksi Mardani H Maming menandatangi surat keputusan pengalihan IUP Operasi Produksi batu bara PT BKPL kepada PT PCN. Setelah saksi Mardani H Maming selaku Bupati Tanah Bumbu menerbitkan SK tanggal 16 Mei 2011, pada tahun 2013 PT PCN melakukan penambangan,” tutur majelis hakim.

Kuasa hukum Raden, Lucky Omega Hasan walau masih pikir-pikir dengan  putusan hakim, namun dia memberikan apresiasi. Karena hakim tidak memakai pasal 12b, yang merupakan salah satu tuntutan jaksa.

"Artinya, klien kami tidak terbukti menerima uang kategori suap untuk mengalihkan izin itu. Uang senilai Rp13 ,6 miliar itu terkait dengan jabatannya," ujarnya.

Dengan kata lain, menurut Lucky, kliennya dianggap bersalah karena melanggar pasal 11, UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kategori pemberian uang dalam pasal ini disebut hadiah.

Hal itu kata Lucky, karena kliennya hanya menjalankan perintah dari Bupati saat itu Mardani H Maming. Maksudnya, keputusan pengalihan IUP saat itu ada pada kepala daerah.

Dwijdono sendiri telah melaporkan atasannya itu ke KPK. Dan saat ini komisi antirasuah tersebut telah meminta Imigrasi untuk mencekal kepergian Mardani ke luar negeri. Bendum PBNU itu sendiri membantah semua tudingan mantan anak buahnya itu.

Saat hadir sebagai saksi di sidang sebelumnya, Mardani menegaskan, dirinya tidak tahu menahu soal aliran dana dari perusahaan ke Raden. Mardani mengaku, meneken SK setelah ada kajian dari bawahannya termasuk kajian dari Kepala Dinas Raden.

SK itu dia terima di meja kerjanya. Di SK tersebut akunya sudah ada tanda tangan Kabag Hukum, Sekda, dan paraf Raden.

"Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia datang membawa SK ke saya," jelasnya dalam persidangan.

Mardani kembali menegaskan bahwa dirinya tak ada sangkut paut dengan persoalan yang terjadi pada 2011 tersebut. Saat itu akunya, pengajuan IUP dinyatakan bebas tanpa ada masalah. Termasuk saat diverifikasi oleh Pemprov Kalimantan Selatan hingga pusat.

"Dibawa ke provinsi, dan provinsi menyatakan tak ada masalah saat itu. Dibawa lagi ke Kementerian ESDM, diverifikasi lagi sesuai aturan dan telah keluar (dokumen) Clear and Clear berati permasalahan itu tidak ada," bebernya. (shd/jb)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar