Lamunan Infrastruktur Pulau Laut, Andai Jalan Lingkar Semuanya Aspal

Pulau Laut | Foto: ilustrasi


Opini

Sutrisno *).

Dari Pulau Sumatera ke Pulau Kalimantan, perjalananku masih harus menyambung lagi dengan pesawat kecil ke Pulau Laut selama beberapa menit.

Dari kaca pesawat, kulihat pulau kecil itu. Di pulau itulah kujalani proses perjalanan hidup, hingga berkeluarga di sana.

Memandang dari ketinggian, seakan pulau ini masih lebih alami dari pulau besar di sebelahnya, yang sudah banyak hutan terkelupas karena di tambang.

Terlihat pula jalan, seakan mau melingkari pulau. Sayangnya sudah berpuluh tahun tinggal di sana, jalan melingkar beraspal itu belum bertemu membentuk cincin jalan "ring road" di Pulau Laut.

Saya ber-hayal andai jalan aspal yang memutari Pulau Laut itu benar terwujud, sudah tentu aspek pembangunan akan mengalami grafik naik. Apalagi dengan adanya jalan silang "cross road" tentunya akan semarak lagi.

Sebutlah, tidak usah dulu untuk jalan silang, dahulukan saja pembangunan cincin jalan itu, hingga tersambung dan beraspal.
Maka sebutan pulau wisata pun akan semakin menggeliat lagi, demikian pula roda perekonomian publik.

Apalagi dengan adanya jembatan penghubung Pulau Laut dan Pulau Kalimantan.  Entahlah, kapan selesainya jembatan penghubung itu. Karena tersendat sendat proses pembangunannya.

Saya jadi teringat, kabupaten Kotabaru sangat luas, sebelum terjadi pemekaran kabupaten pada 8 April 2003 (Pemekaran Kabupaten Tanah Bumbu). Salah satu argumen mengapa saat itu kabupaten dimekarkan adalah, relatif tingginya kendala geografis dan percepatan pembangunan.

Bahkan sekarang, ada kabar yang sudah sampai di legislatif bahwa kabupaten ini rencana mau dimekarkan lagi (Kabupaten Kambatang Lima).

Kalau sudah menyangkut hal begini, saya kurang begitu paham.

Banyak pembangunan konstruksi di pulau ini yang seakan juga terbengkalai. Beberapa konstruksi perkantoran saja seakan tidak diurus. Begitu pula infrastruktur rumah sakit, pun tidak di maksimalkan.

Bangunan rumah sakit itu pun seolah berfungsi hanya karena ada pandemi, yaitu sebagai karantina publik yang terjangkit wabah.

Terkadang proses pembangunan ini aneh juga, banyak kelanjutan pembangunan fisik tidak bersambung bila terjadi perubahan tampuk kekuasaan.

Artinya bila pimpinan daerah berubah maka pembangunan konstruksi fisik sebelumnya tidak berlanjut, tetapi justru membuat perencanaan baru.

Sehingga, terlihat kemubajiran proses pembangunan.

Mengapa pembangunan fisik sebelumnya yang belum tuntas tidak diteruskan.
Rasanya bukanlah sudah adanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang ?

Atau, apakah perlu di buat peraturan daerah yang memuat 'Garis Garis Besat Haluan Pembangunan Daerah' yang memuat ketentuan dan kebijakan yang memuat  kesinambungan pada pembangunan konstruksi di Pulau Laut ?

Saya tersentak dari lamunan, tatkala pesawat landing dan rodanya menyentuh aspal bandara Syamsir Alam di Pulau Laut.

*). Sutrisno, ST ; alumni Tehnik Sipil Universitas Lambung Mangkurat.


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar