Ketika Mahasiswa, Wartawan dan Aktivis Kumpul di Sasangga Laut Pulau

Mahasiswa Politeknik Kotabaru latihan wawancara

Dari Bupati sampai artis Cita Citata dicecar pertanyaan di kampus. Jawaban para narasumber ngalor ngidul. Wartawannya pun tak kalah konyol, sodorkan rekaman ke ujung hidung.

JURNALBANUA, PULAU LAUT

Undangan kepada jurnalis Radar Banjarmasin dadakan. Politeknik meminta wartawan koran ini memberi materi jurnalistik, bersama wartawan TV swasta nasional.

Acaranya Sabtu (1/12) siang tadi. Di panggung Sasangga Laut Pulau. Panggung bertiang kayu ulin itu hasil sumbangsih perusahaan lokal PT Buana Karya Wiratama.

Di depan kampus di bawah kaki Sebatung. Puluhan mahasiswa duduk. Di selatan berdiri dinding hijau Sebatung, di utara biru selat Pulau Laut.

Karena dadakan, jadilah konsep pelatihannya dadakan. "Sampai azan Zuhur kita stop," kata Dirut Politeknik Kotabaru Ibnu Faozi.

Dua jam? Apa yang diharap selain pengenalan materi? Jika hanya ceramah, kasian mahasiswa muda belia. Mereka pasti ngantuk. "Tidak apa-apa seadanya dulu. Kan ini baru pertama di Kotabaru, nanti sambung lagi," tambah Dirut.

Okey, seadanya. Pemateri pertama berjalan. Dia menjelaskan 5W 1H dan tetek bengeknya. Sesekali terdengar suara nangka masak. Juga suara burung di pucuk-pucuk pepohonan.

Dirut Politeknik Kotabaru Ibnu Faozi menyaksikan mahasiswanya latihan membuat berita

Para mahasiswa asyik mencatat. Pakai pulpen dan kertas. Cepat tangan mereka. Hape-hape android tergeletak di lantai. Semangat.

Ibnu sebelumnya mengatakan, pelatihan itu diumumkan belum lama tadi di kampus. Mahasiswa yang minat, dipersilakan datang. Kaget juga. Banyak ternyata yang minat dunia jurnalistik.

Tiba giliran wartawan Radar Banjarmasin memberikan materi. Menanyakan apa motivasi mahasiswa itu. Ada mengaku penasaran, ingin tahu. Ada mengaku keseringan lihat berita di sosmed, banyak tidak berimbang. Dan ada satu dua karena senang menulis.

"Jadi wartawan keuntungannya banyak teman. Banyak informasi tiap hari. Wawasannya bertambah terus. Jalan ke sana ke mari. Cepat bikin percaya diri," ujar wartawan.

Mila namanya. Mahasiswi semester satu. Berkaca mata, hitam manis. Bertanya, di mana nanti mereka akan publikasi berita-berita kampus? Dijelaskan, bahwa beberapa perguruan tinggi di Kalsel punya unit kegiatan mahasiswa (UKM) jurnalistik.

Seperti Uniska Banjarmasin dengan UKM Lentera. UKM sudah punya tabloid sendiri. Memberitakan artis-artis kampus, seperti Ketua BEM, dosen populer dan lainnya. UKM ini dibina salah satu wartawan Radar Banjarmasin, yang kebetulan merupakan alumni Uniska.

Tabloid tentu biaya besar. Untuk Politeknik nanti bisa memulai dengan membuat situs online. Lebih murah. Bahkan tanpa biaya, jika memakai domain gratisan.

Pertanyaan-pertanyaan penasaran lainnya diajukan. Melihat antusias mahasiswa pesisir itu tinggi, wartawan Radar Banjarmasin dadakan memutuskan langsung praktik. Setengah jam, wawancara dan tulis berita.

Dibentuklah kelompok-kelompok kecil. Dalam satu kelompok ada yang berpura-pura jadi narasumber. Yang lain mewawancarai. Kebetulan hadir salah satu dosen, Usman Pahero, yang masuk bursa Caleg Pemilu 2019 di Kotabaru.

Usman didaulat jadi narasumber dadakan. Dia dirubung satu kelompok. Awalnya mahasiswa kagok dan sungkan. Dosen sendiri diwawancarai. Setelah diberikan contoh mereka menjadi agak berani.

"Katanya sekarang zamannya money politik. Bapak bagaimana?," tanya mahasiswa. Ketika Usman menjawab retoris, wartawan pun meminta mahasiswa mengejar dengan pertanyaan-pertanyaan lain, cepat dan rebutan. Kalang kabut Usman.

Melihat jika narasumber juga bisa gelagapan dicecar dan disodor rekaman, mahasiswa bangkit beraninya. Dan begitulah praktik berjalan. Ada yang jadi narasumber sebagai Bupati, artis Cita Citata, seniman atlet.

Mahasiswa senior mencoba lebih berani. Kelompok mereka narasumbernya pura-pura jadi Ketua MUI. Dicecerlah soal reuni 212 yang akan berlangsung di Jakarta. Gelagapan narasumber, minta ganti peran jadi Dirut PLN. Dicecar lagi soal PLTU yang mangkrak. Gelagapan lagi.

Hasilnya Dirut PLN no comment. "Bagaimana ini? Gak bisa jawab dia," tanya mahasiswa yang sudah bekerja di perusahaan swasta skala nasional itu. Wartawan mengatakan, justru itu menarik. "Tulis dia no comment..!".

Setengah jam selesai. Berita dikumpul. Hasilnya di luar dugaan. Dari sebelas kelompok, hanya dua yang masih berupa catatan wawancara. Sisanya ada yang jadi berita utuh, ada yang hanya satu dua paragraf.

Berita mereka beberapa menarik. Kurang lebih seperti ini:

Pagi kemarin tim liputan mendatangi artis bahenol Cita Citata. Ditanya hubungan asmaranya dengan pengusaha Kalimantan dia hanya tersenyum, dan berlari menjauhi wartawan.

Bupati Suman dikabarkan bersiteru dengan wakilnya. Perseteruan itu membuat orang ketiga yakni Dirut Politeknik Kotabaru berniat bunuh diri.


Refiona tiga tahun setia melukis karikatur. Kesabarannya berbuah manis. Dia sekarang terkenal ke dunia, karena salah satu karikaturnya melukis Jokowi dan Prabowo lomba panjat pinang.

Begitu berita dari tiga kelompok . Tema bupati ditulis kelompok Andi. Kelompok ini memang aktivis kampus. Yang menonjol juga si gadis kaca mata, Mila. Dia jadi narasumber, dia pula yang dominan menulis kalimat berita.

Mila kisahnya jadi Caleg. Beritanya tentang Caleg muda yang sedih melihat kondisi ekonomi rakyat. Informasinya lengkap, kalimatnya asyik, bertutur seperti kisah.

Mila pun mendapat pujian. "Beneran mereka itu sudah bisa bikin berita?," tanya Ibnu kepada wartawan, tak percaya tapi terlihat senang. Wartawan menjelaskan, bahwa membuat berita jauh lebih mudah daripada menulis sastra. Dan terbukti, hanya dua jam banyak yang bisa bikin berita.

Ketika mahasiswa sudah balik kanan. Ibnu mengungkapkan. Dia rindu kampus di ujung Banua itu meriah. "Kami mau hidupkan daerah ini. Biar kayak kampung urang jua," ujarnya.

Usman Pahero, dosen dan aktivis Kotabaru yang beberapa waktu lalu kepalanya dibacok ketika ingin salat Subuh, berterima kasih wartawan mau melatih mahasiswa. "Penting untuk wawasan dan bekal mereka," ujarnya pelan.

Kisah-kisah mengalir. Wartawan dan para dosen sepakat. Kotabaru sangat kaya. Sayang jika semua hanya jadi penonton. Alam dikeruk, kehidupan rakyat tidak berubah. Melalui jurnalis kampus, harapan-harapan itu menyeruak.


"Jika mahasiswa kita cerdas-cerdas nanti. Punya skill dan kepercayaan diri tinggi, kita bisa berharap banyak adanya perubahan. Mereka jadi pemimpin, duduk di legislatif atau jadi kepala daerah. Nasib orang siapa tahu," lirih Usman.

Geliat mahasiswa, kisah heroik Usman dan royo-royo pegunungan Sebatung, seperti jalinan kisah dramatik. Dengan semua keterbatasan dan tantangan, tetap ada semangat. Kuat dan menyala, seperti nelayan tua pesisir Pulau Laut, arungi ombak untuk anak sekolah dengan harapan, nasib bisa berubah.


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar