|  | 
| Rapat gabungan komisi di DPRD Batola. (Foto: Istimewa) | 
JURNALBANUA.COM, MARABAHAN – Persoalan tunggakan jasa medik yang belum dibayarkan kepada tenaga kesehatan membuat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Kuala (Batola) turun tangan. Melalui rapat gabungan komisi yang digelar Selasa (16/9/2025), DPRD memanggil sejumlah instansi terkait, termasuk manajemen RSUD H Abdul Aziz Marabahan dan Klinik Utama Setara.
Dalam rapat tersebut, DPRD ingin mendapatkan klarifikasi terkait keterlambatan pembayaran jasa medik yang disebut-sebut sudah berlangsung berbulan-bulan, bahkan lebih dari satu tahun di beberapa fasilitas layanan kesehatan.
Tunggakan Sejak Awal Tahun
Di RSUD H Abdul Aziz, jasa medik tenaga kesehatan dilaporkan belum dibayarkan sejak Januari hingga Agustus 2025. Menurut Inspektorat Batola, hal ini sebenarnya sudah menjadi temuan yang direkomendasikan untuk segera ditindaklanjuti sejak akhir 2024.
Namun hingga kini pembayaran belum dilakukan. Manajemen rumah sakit beralasan proses transisi dari sistem pembayaran berbasis persentase ke sistem remunerasi masih dalam tahap penyelesaian.
“Kami sudah mulai penjajakan sejak Januari 2025. Saat ini proses perhitungan remunerasi yang dikerjakan pihak ketiga sudah mencapai 80 persen. Targetnya, pembayaran bisa dilakukan pada 20 September 2025,” jelas Direktur RSUD H Abdul Aziz, dr Aan Widhi Anningrum.
Menanggapi pemaparan tersebut, DPRD Batola menegaskan agar manajemen tidak menjadikan proses administrasi sebagai alasan untuk menunda hak tenaga kesehatan.
"Menurut aturan dan hasil studi tiru, pembayaran jasa medik tidak harus menunggu Peraturan Bupati. Cukup dengan kebijakan direktur berdasarkan tim perumus internal," tegas Ketua Komisi I DPRD Batola, Hj Arfah.
Senada, Wakil Ketua Komisi II DPRD Batola, Reidan Winata, menyebut keterlambatan ini berisiko menurunkan kualitas pelayanan kesehatan.
“Kalau tenaga medis tidak mendapatkan haknya, bagaimana bisa memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat? Ini harus segera dibenahi,” ujarnya.
Klinik Utama Setara Tunggak 1,5 Tahun
Sementara itu, di Klinik Utama Setara, tunggakan jasa medik bahkan mencapai 1,5 tahun. Masalah ini berkaitan dengan perubahan status kelembagaan klinik tersebut.
Awalnya, Setara sempat menjadi rumah sakit tipe D, namun sejak Oktober 2022 dikembalikan lagi menjadi klinik utama karena tidak memenuhi syarat sebagai rumah sakit sesuai Permenkes Nomor 3 Tahun 2020.
Kepala Dinas Kesehatan Batola, Sugimin, menjelaskan bahwa proses legalisasi kelembagaan klinik sempat tersendat di tingkat provinsi dan kementerian. Namun saat ini, Klinik Setara telah disetujui untuk menjadi balai pelayanan kesehatan utama.
“Izin sedang dalam proses finalisasi. Setelah itu, kami akan menyusun Peraturan Bupati pembagian jasa medik serta pengangkatan tenaga BLUD. Kami akan segera membayar tunggakan kepada 76 tenaga kesehatan,” kata Sugimin.
Ia menambahkan, saldo tertahan sebesar Rp600 juta juga akan digunakan untuk mengontrak dokter tambahan, guna meningkatkan layanan kesehatan.
Sebagai bagian dari reformasi layanan, Pemkab Batola akan mengeluarkan surat edaran yang mewajibkan rujukan pasien diarahkan ke fasilitas milik daerah, setelah persoalan jasa medik diselesaikan.
"Ini penting karena Pemkab telah mengalokasikan sekitar Rp54 miliar untuk peserta PBI BPJS Kesehatan. Tentu harapannya pelayanan yang diberikan pun maksimal,” tambah Sugimin.
Ketua DPRD Batola, Ayu Dyan Liliana Sari Wiryono, menegaskan bahwa peningkatan kualitas layanan kesehatan harus diiringi dengan perhatian terhadap kesejahteraan tenaga medis.
"Kami tidak ingin mendengar lagi keluhan dari tenaga kesehatan. Jasa medik adalah hak mereka, dan kesejahteraan mereka sangat menentukan kualitas pelayanan kepada masyarakat," tegas Ayu.(saa/ibr/jb)
