Ketika BKW Peduli Bertemu Acil Diang di Gunung Pulau Sebuku

Tampak di kanan bawah, sendiri rumah Acil Diang selamat dari api. Walau kanan, kiri dan depannya habis terbakar. Foto insert: Acil Diang bersama Fhenk Tauw

Hari itu, Fhenk Tauw, penggerak Tim BKW Peduli untuk distribusi air di Pulau Sebuku tak sengaja bertemu dengan Acil Diang. Perempuan tua itu, belum lama tadi namanya mendadak populer, karena rumahnya tidak terbakar padahal dikepung api.

JURNALBANUA.COM, KOTABARU - Jumat (1/12) sore. Panas menyengat di Desa Sungai Bali, Pulau Sebuku. Para relawan tetap berjibaku melayani para korban kebakaran yang mengantre sembako.

Penderitaan ratusan warga yang kehilangan rumah, diperparah dengan musim kemarau yang berkepanjangan. Hampir tidak ada sumber air minum. Sumur bor kebanyakan tak dapat dimasak: mengandung zat besi.

Beruntung, BKW Peduli sempat menurunkan dua buah armada membantu penyediaan air bersih di sana.

Hari Jumat itu, ketika matahari condong ke barat, Fhenk memutuskan ikut truk ke atas gunung. Melihat dari dekat sumber air di sana.

Hampir dua puluh kilometer naik ke atas. Di tengah perjalanan ia digamit. "Di situ sementara tinggal Acil Diang," ujar rekannya.

Mendengar nama Diang, sontak Fhenk meminta mampir. "Saya penasaran, mampir dulu," pintanya.

Kebetulan di pelataran rumah kayu itu ada Acil Diang. Rupanya nama Acil yang artinya bibi itu, hanya sebutan. Faktanya, Acil Diang sudah sepuh.

Sayang, Diang tak dapat mendengar dan berbicara dengan jelas. Namun senyum terus menebar di wajahnya. Matanya teduh.

"Lain memang sidin (beliau) itu. Damai di dekatnya," kata Fhenk Tauw.

Fhenk Tauw berpose dengan Acil Diang



Siapa sebenarnya Acil Diang?

Dari penelusuran Jurnal Banua di lapangan, ia adalah perempuan yang hidup sendiri di sebuah gubuk di tengah desa yang kini tinggal puing.

Malam kebakaran, Sabtu (23/11), saksi mata melihat, angin berhembus kencang saat api mendekati rumah Diang. Api hanya sempat sempat melalap daun kelapa di depan atap rumah.

Namun, di sekeliling rumah Diang, hangus terbakar.

Menurut keponakan Diang, Idam, bibinya itu hidup sederhana seorang diri. Tidak pernah bermasalah dengan tetangga atau orang lain.

Walau hidup dalam kekurangan, Diang tidak minta-minta. "Bahkan kalau orang asing yang kasih dia kadang menolak," kata Idam.

Walau Diang tidak dapat berbicara dengan jelas, namun ia suka mengaji. Walau lafal yang dia lantunkan hanya bisa dimengerti dirinya sendiri.

Rumah Acil Diang tanda panah merah

Selain rumah Diang, bangunan yang selamat dari api walau persis berada di tengah kebakaran adalah Musala Hidayatul A'mal. Musala itu kini sering dipakai ajang foto pengunjung yang masuk ke Sebuku. (JB)

Baca:



Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar