Quo Vadis Mapala, Sekadar Hura atau Pengabdian

Hutan hujan tropis | Foto: pixabay.com

Temmy Amrullah *)

Mapala singkatan dari Mahasiswa Pecinta Alam. Terkadang ada juga yang mengartikan Mahasiwa Paling Lama kuliahnya (mahasiswa abadi).

Mereka juga diidentikkan dengan orang-orang yang beraliran “sayap kiri”. Yang super cuek, sulit diatur berpakaian. Senaknya serta suka mabuk-mabukan.

Opini di masyarakat, di zaman saya: anak Mapala terkadang terkesan selalu “negatif”. Kesan negatif tersebut timbul mungkin bisa karena penampilan dari mereka sering kelihatan lusuh, kumal, berambut gondrong, seadanya. Meskipun tidak semuanya pecinta alam berpenampilan seperti ini.



Mungkin juga karena orang sering melihat kegiatan pecinta alam berkesan hura-hura. Dan atau tidak mau tahu dengan lingkungan sekitarnya

Bisa pula karena kegiatan pecinta alam dianggap sebagai kegiatan yang mubazir dan buang-buang waktu, tenaga, serta uang. Hanya untuk menyalurkan hobi menantang maut, minat dan bakat tanpa mempunyai arti dan tujuan yang nyata.

Meskipun demikian, tidak sedikit kelompok atau organisasi pecinta alam yang melakukan kegiatan positif seperti ikut dalam operasi SAR. Membantu masyarakat terasing, atau konservasi alam.

Temmy berpose, dengan latar belakang pegunungan Jayawijaya

Terlepas dari semua itu, kehadiran mahasiswa pecinta alam tidak terlepas dari sejarah dunia kemahasiswaan di Indonesia. Di mana pada dekade tahun 70 an aktivitas mahasiswa yang berorientasi pada politik praktis semakin dibatasi. Di samping itu pula, kejenuhan dengan kondisi politik pada masa menciptakan situasi dan kondisi aktivitas mahasiswa “lesu darah”.

Kondisi itu semakin bertambah dengan dikeluarkannya SK No 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa (DEMA) dan Senat Mahasiswa (SEMA). Di seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia yang kemudian melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK).

Dengan kondisi yang demikian, kemudian melahirkan ide untuk membentuk suatu wadah baru dalam bentuk kegiatan lain yang diperuntukkan bagi mahasiswa yang mempunyai hobi dan minat yang sama. Yaitu sama-sama menyukai kegiatan di alam bebas. Seperti pendakian gunung, memanjat tebing, menelusuri lorong-lorong kegelapan di dalam gua, arung jeram, dan lain sebagainya.



Yang tidak kalah pentingnya pada perkembangan selanjutnya adalah aktivitas kepecintaalaman juga diwarnai oleh sikap keberpihakan kepada alam serta lingkungan hidupnya. Sehingga organisasi/kelompok pecinta alam yang tumbuh di lingkungan Perguruan Tinggi tidak hanya berkegiatan alam bebas melulu. Akan tetapi kegiatan lingkungan hidup juga mendapatkan porsi yang seimbang dengan kegiatan petualangan di alam bebas.

Dimulai oleh Mapala UI, organisasi/kelompok pecinta alam tersebut tumbuh dan berkembang subur dalam lingkungan Perguruan Tinggi di negeri ini. Baik di tingkat universitas maupun di lingkungan fakultas.

Pecinta alam kalau diartikan yaitu berasal dari kata cinta dan alam. Cinta mengandung arti menyukai, menyayangi, dan mengagumi. Alam mengandung arti segala yang ada di sekitar, baik berupa benda mati ataupun benda hidup. Sehingga dari kata cinta menjadi pecinta yang menunjuk kepada subyek yaitu orang.

Tapi, sampai sekarang belum ada definisi yang pas dengan apa itu pecinta alam. Sebab kata pecinta alam itu mengandung pengertian yang sangat luas. Hal ini selalu menjadi perdebatan yang hangat dalam setiap pertemuan tahunan secara nasional dalam Temu Wicara dan Kenal Medan (TWKM) Mahasiswa Pecinta Alam se Indonesia atau pada Gladian Nasional yang diadakan dua tahun sekali. Sehingga forum tersebut juga tidak bisa merumuskan pengertian dari istilah Pecinta Alam dan diserahkan kembali kepada organisasi/kelompok masing-masing bagaimana menginterpretasikan istilah tersebut.

Meskipun sampai sekarang belum ada yang bisa merumuskan istilah Pecinta Alam, namun dilihat dari kegiatannya bisa dibedakan dalam beberapa kelompok.

Pertama adalah mereka yang hanya menggeluti kegiatan alam bebas dengan misi untuk menyalurkan hobi dan minat bertualang di alam bebas. Kegiatannya meliputi pendakian gunung, pemanjatan tebing dan penelusura gua.

Kedua, kelompok yang selain melakukan kegiatan petualangan, juga melakukan kegiatan yang berorientasi pada penyelamatan lingkungan hidup, sehingga pada perkembangannya kegiatan kepencintaalaman menjadi semakin luas. Selain bertualang mereka juga melakukan konservasi alam, pengamatan sosial-ekonomi-budaya masyarakat, hingga operasi SAR. Kelompok inilah yang paling banyak dilakukan oleh organisasi/ kelompok Mahasiswa pecinta alam.

Banyak sudah korban yang “berguguran” dalam kegiatan “menantang maut” namun penuh “cinta kasih” ini, demikian juga dharma bakti mereka pada tanah tercinta ini dalam hal konservasi alam (meski tidak tercatat dalam buku sejarah). Namun trade marknya sebagai kelompok sayap kiri sulit dihapuskan. Baik buruknya kegiatan yang hanya bisa digeluti oleh orang-orang yang mempunyai nyali ini tergantung dari sudut mana orang memandangnya. Dan hanya orang-orang ariflah yang bisa memahami mereka.

*). Temmy Amrullah akrab dipanggil Temmiyasa, alumni FISIP ULM, pernah aktif di Mapala Fisipioneer, pernah freelance si Tabloid Bebas dan Majalah Supermag'z, sekarang berdomisili di Papua.



Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar