Metamorfosis Kupu-Kupu Lok Baintan: Uniska dan Eceng Gondok Emak-Emak Sungai


Tiga ratus juta disiapkan. Berangkat dari keresahan eceng gondok. Pertanyaannya, mampukah Uniska dan warga Lok Baintan mewujudkan gulma jadi rupiah nanti?


JURNALBAUA.COM, BANJAR - Dr Muzahid Akbar, dosen pasca sarjana Universitas Islam al Banjary termenung. Tiga ratus juta siap dikucurkan Kemenristik Dikti.

Selain dosen Muzahid juga Ketua PPDM (Program Pengembangan Desa Mitra). Tugasnya sederhana tapi berat: mencari desa untuk program pengembangan.

Bersama Dr Sanusi, juga dosen Uniska, Muzahid bertukar ide. Mereka berdua sepakat. Potensi terbesar di Kalsel utamanya, kawasan Banjarmasin dan sekitarnya adalah wisata air.

Tapi apa? Program yang bagaimana?

"Ide itu muncul ketika ingat kalau wisatawan susur sungai sering terhambat perjalanannya karena ilung (eceng gondok  dalam bahasa Banjar)," ujarnya.


Membersihkan ilung di sungai perlu biaya besar. "Tapi sebenarnya ilung itu peluang uang."

Setelah menggali banyak data. Akhirnya disepakati program yang akan diturunkan adalah pemanfaatan limbah ilung.

Ilung dibuat bubur kertas. Kemudian diolah jadi berbagai produk jadi. Perlu mesin. "Bahan baku tersedia banyak. Sumber daya manusia banyak. Emak-emak," ucapnya.

Di mana lokasinya? Setelah survei, diputuskan Desa Lok Baintan Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar jadi tempat pelatihan ilung.

Kepala Desa Lok Baintan, Sapriansyah dikontak. Tanpa pikir panjang Kades yang meraih titel sarjana agama itu setuju.

Awal bulan April pelatih dari Jakarta, Mukhlis didatangkan. Lima belas warga ikut pelatihan. Banyak emak-emak ada juga dari Karang Taruna.

Ilung dipetik. Batang dan daun diambil. Diblender jadi bubur. Campur bahan kimia. Kemudian ditaruh di cetakan tipis. Kering, jadilah kertas.

Bahan kertas itu tidak seputih kertas biasanya. Kemudian diberi bahan pewarna. Dibuat bingkai foto, kertas nama. Dan lainnya.

Emak-emak mengeringkan eceng gondok di Lok Baintan

Emak-emak kemudian dilatih juga membuat produk tas. Batang dan daun dipisah. Dikeringkan. Kemudian dibuat bilah-bilah untuk dianyam. Jadi tas unik.

Muzahid mengatakan keuntungan dari program pemberdayaan sampah eceng gondok murni untuk masyarakat desa Lok Baintan.

"Program ini selama tiga tahun. Semoga warga nanti bisa mandiri. Dan mampu menghasilkan produk dalam jumlah besar," harapnya.

Mampukan itu bertahan dan berkembang? Kata Muzahid tergantung nantinya. Bagaimana warga, pemerintah desa dan pemerintah di atasnya.

Yang jelas kata dia, alur sungai Lok Baintan potensial. Tinggal pemeritah memaksimalkan jumlah wisatawan. Produk-produk lokal itu nanti akan menjadi penambah daya tarik. (JB)


Space Iklan

Tags :

bm
Jurnal Banua

Situs pemberitaan online Jurnal Banua telah memiliki badan hukum dan terdaftar di Kemenkumham RI. Semua produk pemberitaan diolah melalui proses jurnalistik yang profesional dan bertanggungjawab.

Posting Komentar